Indonesia Perlu Perkuat Regulasi Berbasis Riset dan Sains
- Freepik
VIVA – Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sugeng Suparwoto mendorong Indonesia segera meningkatkan penerapan formulasi penyusunan kebijakan dan regulasi berbasis riset serta sains.
“Riset itu sangat penting. Sebagai sebuah negara, indeks hasil riset Indonesia justru termasuk rendah, produk-produk riset kita masih sangat rendah. Ini jadi tantangan kita semua,” ujarnya melalui keterangan resmi, dikutip Minggu 24 April 2022.
Upaya penyusunan regulasi maupun kebijakan berbasis riset dan sains itu, diyakini akan menarik investasi jangka panjang dan berkelanjutan, serta perlu menjadi perhatian besar bertepatan dengan momen Presidensi G20 dan B20 pada tahun 2022.
Data Kementerian Riset dan Teknologi mencatat, berdasarkan catatan empat tahun terakhir, total publikasi riset Indonesia sebanyak 161.928. Masih tertinggal dibandingkan Malaysia yang memproduksi 173.471 publikasi riset pada kurun waktu yang sama.
Padahal, kata Sugeng lagi, riset dibutuhkan dalam banyak hal termasuk salah satunya regulasi dan kebijakan. Tujuannya supaya bisa mendongkrak lebih banyak investasi yang mengandung pengetahuan baru dan penerapan teknologi.
“Jadi idealnya kita tawarkan kepada investor-investor internasional berdasarkan data hasil riset. Riset kan bukan hanya sekadar perpustakaan, tapi bisa juga dalam bentuk eksplorasi, itu kan sama saja ekonomi berbasis riset, untuk mendapatkan kepastian, perihal cadangan, skala ekonominya,” ujarnya pula.
Indonesia, menurut dia, berpotensi besar menerima banyak manfaat dari penerapan kebijakan berbasis riset dan sains, antara lain terwujudnya ekosistem ekonomi yang lebih bersifat jangka panjang.
Sugeng mencontohkan, di industri tembakau lahir pengembangan inovasi dan teknologi berupa produk tembakau alternatif yang bisa membantu perokok beralih kepada produk yang lebih rendah risiko. Berbasis riset dan sains, inovasi ini membuahkan investasi.
Philip Morris International melalui afiliasinya yaitu PT HM Sampoerna Tbk pada akhir tahun lalu, mengumumkan investasi sebesar USD166,1 juta atau setara sekitar Rp 2,3 triliun untuk membangun fasilitas produksi tembakau yang dipanaskan.
Hal serupa juga diumumkan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kamar Dagang dan Industri atau KADIN Indonesia, Bambang Soesatyo. Ia menuturkan, perusahaan investasi berbasis di Qatar yakni JTA International Holding mengumumkan investasi di industri smelter nikel di Indonesia karena 40 persen cadangannya ada di Tanah Air.
Dengan hadirnya investasi tersebut dan didukung data riset yang relevan, kata Bamsoet yang juga ketua MPR, sejalan dengan tekad Indonesia yang ingin menjadi pemain utama dalam ekosistem produsen baterai di dunia.
Negara ini sudah mendirikan Indonesia Battery Corporation (IBC), sebuah holding yang dibentuk oleh empat BUMN yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Aneka Tambang Tbk (Antam) PT Pertamina, dan PT PLN.