Pahamilah NFT Supaya Tidak Salah Kaprah

Non-fungible token (NFT).
Sumber :
  • Vecteezy

VIVA – NFT berharga karena unsur non-fungible-nya, sehingga tidak bisa digantikan dengan yang lain. Pasar ini masih begitu baru dan masih banyak hal yang bisa dieksplorasi lebih jauh.

Bukan Doge! Ini 3 Meme Coin Wajib Pantau Pekan Ini, Harganya Murah Meriah

Perlu edukasi yang intens agar tidak salah kaprah. Kelangkaan, utilitas, dan komunitas (rarity, utility, community) adalah pilar dasar dari setiap proyek NFT yang baik.

Jika sebuah proyek tidak memiliki kombinasi ketiganya, hal ini benar-benar dapat mempengaruhi keberhasilan keseluruhan proyek tersebut.

6 Jenis Investasi di Usia 20-an!! Raih Keuntungan Financial Freedom Sejak Usia Muda

Yuk, kita bahas satu-persatu mengenai tiga hal ini, seperti dikutip dari Daily Social, Jumat, 11 Februari 2022:

Kelangkaan (rarity)

Tantangan dan Solusi Investasi Kripto di Dalam Negeri

Kelangkaan adalah inti dari sebuah proyek yang tidak boleh diabaikan ketika ingin membuat proyek yang sukses.

Unsur kelangkaaan itu penting karena secara langsung terkait dengan antusiasme dan harga NFT. Hal ini membantu mendorong permintaan dan mendiversifikasi proyek dengan menawarkan berbagai tingkat sifat dan utilitas.

Kelangkaan tidak hanya penting bagi kolektor, bahkan lebih penting bagi kreator di balik proyek. Tanpa kelangkaan, proyek NFT berpotensi menjadi sangat membosankan dan besar kemungkinan sepi peminat.

“Kehadiran NFT di dalam kehidupan manusia itu penyebab utamanya karena ada kepemilikan, bisa dicatat untuk siapa. Perlu dicatat karena jumlahnya terbatas, bukan buat massal. Unsur langka akan terasa bila bukan buat massa sebab jumlahnya tidak bertambah, maka itu konsep NFT yang ideal,” kata CEO Kolektibel, Pungkas Riandika.

Utilitas (utility)

Barang langka saja kurang cukup untuk menarik minat calon pembeli. Butuh fungsi (utilitas) sebagai nilai tambah sebelum membeli suatu NFT. Bisa saja suatu tidak punya fungsi, tapi segmen tersebut sangat niche karena hanya mampu menarik minat dari kolektor.

Pungkas mencontohkan proyek yang memiliki utilitas, misalnya NFT kuliner Indonesia. Para kolektornya berkesempatan mendapat akses untuk makan di restoran, jaringan franchise, atau sejenisnya. Kemudian mendapat diskon, mendapatkan welcome drink tanpa waiting list, dan lainnya sebagai penawaran tambahan.

Atau, perusahaan maskapai yang menerbitkan NFT, tapi dijual dengan harga yang mahal. Taruhlah harganya Rp15 juta. Adakah yang mau beli? Ternyata untuk para kolektornya diberikan penawaran berupa tiket pesawat pulang-pergi selama satu tahun untuk rute yang tersedia dari maskapai tersebut.

"Pun, ketika dijual di secondary market, kolektornya tetap bisa untung karena value dari sebuah NFT itu bisa sangat mahal harganya. Ini menarik buat para NFT holder karena utilisasinya terkonfirmasi langsung untuk mereka," jelas dia.

Komunitas (community)

Setelah dua poin di atas dilakukan, individu yang memiliki ketertarikan yang sama akan bersatu, tapi trik untuk panjang umurnya suatu komunitas itu kuncinya butuh konsistensi. Agar tidak menjadi salah satu NFT yang gagal, menciptakan komunitas yang kuat adalah kuncinya.

Ini semua mengenai: membawa nilai otentik kepada anggota, menciptakan hubungan melalui konsistensi dan usaha, dan membawa orang-orang dengan perspektif yang berlawanan untuk menyeimbangkan pandangan kreator.

"Sama halnya bagi brand. Pasti mereka ingin produknya dipakai oleh konsumen yang mencerminkan apa yang brand mau. Jadi, bagi kreator itu, bagaimana dia harus mengupayakan bagaimana produknya itu dibeli duluan oleh komunitasnya sendiri agar terasa sesuai dengan pasar yang dia inginkan," tutur Pungkas.

Langkah tersebut diupayakan Kolektibel untuk tiap kerja sama dengan IP owner (kreator, dan sebagainya) dalam ekspansi ke pasar baru dengan meningkatkan loyalitas pengguna terhadap suatu brand.

Model bisnis seperti ini, menurut Pungkas, merupakan rangkaian untuk menciptakan efek Trifecta Synergy, yang melibatkan IP, Kolektibel, dan kolektor.

Tujuan dari Trifecta Synergy tersebut adalah mendapatkan perluasan pasar dan memperkuat loyalitas merek dengan membidik transformasi dari pelanggan menjadi kolektor, menciptakan sebuah bisnis yang digerakkan oleh komunitas (community driven business).

“Dari sinergi yang kami lakukan, end game-nya adalah komunitas. Makanya dari rarity, utility, dan community itu paling enggak harus ada di setiap IP owner. Pemikirannya harus sesingkat itu ketika melihat suatu NFT,” papar Riandika.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya