Huawei dan ZTE Diboikot, Amerika Harus Menanggung Rugi
- Beyond the Horizon ISSG
VIVA – Ketua Komisi Komunikasi Federal (Federal Communications Commission/FCC) Jessica Rosenworcel mengajukan biaya penggantian rantai pasok sebesar US$5,6 miliar (Rp80,6 triliun) atas peralatan teknologi milik Huawei dan ZTE – keduanya asal China – yang dianggap tidak aman oleh pemerintah Amerika Serikat.
Pernyataan Rosenworcel ini diungkapkan di depan Kongres AS, seperti dikutip dari situs The Verge, Senin, 7 Februari 2022.
Pada September 2020, FCC memperkirakan bahwa upaya tersebut akan menelan biaya US$1,8 miliar (Rp26 triliun). Tiga bulan kemudian, Kongres AS akhirnya mengalokasikan dana sekitar US$1,9 miliar (Rp27,3 triliun).
Akan tetapi, Rosenworcel mengaku sudah menerima lebih dari 181 aplikasi dari operator yang telah mengembangkan rencana untuk melepas dan mengganti peralatan di jaringan mereka yang menimbulkan ancaman keamanan nasional.
Ia berharap Kongres AS menyediakan dana yang cukup untuk program ini untuk tujuan keamanan nasional serta memastikan bahwa AS akan terus memimpin dalam teknologi 5G.
Program penggantian rantai pasokan diberlakukan setelah badan-badan intelijen AS menyuarakan keprihatinan tentang operator yang membangun jaringan generasi kelima mereka menggunakan peralatan dari perusahaan teknologi China seperti Huawei dan ZTE.
Sebelumnya, mantan Ketua FCC Ajit Pai mengatakan ZTE dan Huawei adalah risiko keamanan nasional Amerika Serikat.
Saat itu, beberapa operator telah membeli dan memasang peralatan dari pabrikan dan perusahaan telekomunikasi yang lebih kecil mengklaim bahwa mereka tidak akan mampu menanggung biaya penggantian.
Program ini dirancang untuk menggantikan penyedia layanan komunikasi canggih tentang biaya yang dikeluarkan untuk melepas, mengganti, dan membuang peralatan serta layanan komunikasi dari ZTE dan Huawei.
Setelah mensurvei jaringan yang memiliki peralatan China pada 2020, FCC melaporkan akan menelan biaya lebih dari US$1,8 miliar (Rp26 triliun) untuk melepas serta menggantinya. Mereka juga memperkirakan sekitar US$1,6 miliar (Rp23 triliun) akan memenuhi syarat untuk penggantian.