Neil R Tobing Mastel: Media Sosial Perlu Diatur UU Penyiaran
- Dok. Mastel
VIVA – Ketua Bidang Digi Broadcast Mastel, Neil R Tobing, mengatakan industri penyiaran tergangggu dengan adanya penyiaran media baru atau medsos, sehingga perlu adanya pemberlakuan aturan yang sama antara TV FTA dengan media baru atau OTT.
Saat ini, TV FTA begitu diatur ketat oleh berbagai aturan dari pemerintah, sementara medsos belum ada aturan yang baku.
Hal itu diungkapkan Neil R Tobing, dalam acara Diskusi Kelompok Terarah Pengaturan Konten Media di Era Digital Menuju Revisi Undang Undang Nomer 32 Tahun 2022, tentang Penyiaran yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Monumen Pers Solo, Jawa Tengah, Sabtu, 29 Januari 2022.
Lebih lanjut, ia mengatakan saat ini fenomena media baru media sosial seperti YouTube, Twitter, Instagram, dan Facebook sangat menguasai industri media di Indonesia.
Baik pada penonton maupun pada perolehan iklan, karena memang revolusi industri 4.0 membuat akses internet lebih cepat. Apalagi pada masa pandemi COVID-19 mempercepat proses transformasi digital, sebab, masyarakat ingin mendapatkan sesuatu tanpa bertemu tanpa mobilitas.
“Kami mengharapkan bagaimana UU Penyiaran yang baru yang sedang digodok di DPR dapat memperlakukan yang sama antara TV FTA dengan media baru atau OTT. Karena, dua media ini mempunyai kesamaan," ungkap Neil.
Kesamaan yang dimaksud adalah pertama, memproduksi konten untuk dinikmati penonton. Kedua, memperebutkan iklan dan sasaran masyarakat yang sama sehingga media baru medsos perlu diatur juga dalam UU atau regulasi lainnya.
Lebih lanjut Neil berharap Komisi I DPR dapat menyelesaikan RUU Penyiaran tahun ini supaya dapat menciptakan keberlangsungan usaha dan menciptakan kesetaraan antara TV FTA dengan media baru medsos agar maju bersama.
Saat ini media baru medsos memang sudah diatur oleh UU ITE dan Permen, namun, sejak 2016 hingga sekarang belum diberlakukan. Adanya perbedaan peraturan antara TV FTA dengan media baru merugikan bagi TV FTA.
Salah satunya konten TV di-upload di media baru tanpa ada pembagian kompensasi yang adil.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan semua masukan dalam diskusi ini akan menjadi masukan dalam pembahasan RUU Penyiaran.
Rencananya tahun ini UU Penyiaran dapat diselesaikan. Lebih lanjut Abdul Kharis mengatakan dalam penyusunan RUU Penyiaran nanti akan diatur bersama antara TV FTA dengan media baru medsos agar terjadi kesetaraan.
“Media satu diatur, satunya tidak. Biar setara akan diatur bersama sehingga ada kenyamanan dari berbagai pihak, termasuk potensi pendapatan negara dari UU Penyiaran yang disiapkan. Mudah-mudahan bisa dimasukkan ke dalam UU Penyiaran dan bisa mengatur semua penyiaran yang sedang berkembang, termasuk media baru," jelas Abdul Kharis.
Mengenai ASO (Analogue Switch Off) atau perpindahan siaran TV dari Analog ke Digital yang akan mulai diberlakukan mulai 2 November 2022, Abdul Kharis mengatakan pemerintah melalui Kominfo perlu mensosialisasikan kepada masyarakat secara masif. Sebab, saat ini banyak yang belum mengetahui adanya aturan tersebut.
Bagi masyarakat yang memiliki TV tabung perlu diberitahu perlunya alat tambahan set of box agar dapat menikmati siaran digital saat siaran analog yang saat ini digunakan dimatikan. ASO harus memperhatikan kesiapan masyarakat, jika diperlukan Kominfo bisa membuat Diskresi untuk itu.
Diskusi ini dihadiri oleh anggota Komisi Penyiaran Daerah Jawa Tengah, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia, Asosiasi Televisi Nasional Indonesia, Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia, Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia, dan Jaringan Radio Komunitas Indonesia.