Cerita Kazakhstan Jadi Negara Penambang Kripto Terbesar Kedua Dunia
- Dok. Istimewa
Amlaz Magaz, 19 tahun, bekerja dengan sif 12 jam. Tugas utamanya adalah menjaga rak-rak komputer bersih dari debu, supaya kerja mesin tak terganggu.
Jika ada kesalahan teknis, dia harus memperbaikinya secepat mungkin supaya komputer bisa bekerja kembali.
Dia mengaku, pertama kali bekerja di sini, dia tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh komputer-komputer itu.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang Bitcoin sebelum saya bekerja di sini. Saya belum pernah dengar!" katanya.
Almaz, dan sejumlah pekerja lain sepertinya, sehari-hari diawasi pekerjaannya oleh Yerbolsyn melalui sejumlah besar CCTV dari Almaty.
"Kami sangat bangga bahwa Kazakhstan sekarang sangat penting untuk dunia mata uang kripto," kata Yerbolsyn. "Kami adalah patriot dan kami ingin mengibarkan bendera negara kami lebih tinggi lagi!"
Harga lingkungan yang harus dibayar
Tapi tidak semua orang bangga dengan kesuksesan negara ini. Para pecinta lingkungan kerap mengkritik mata uang kripto karena besarnya energi yang harus dikeluarkan oleh penambangan ini.
Indeks Konsumsi Listrik Bitcoin dari Universitas Cambridge memperkirakan, butuh lebih banyak energi untuk menambang Bitcoin ketimbang konsumsi energi yang ada di Ukraina atau Norwegia.
Belum diketahui berapa banyak dari listrik itu yang berasal dari energi terbarukan, namun ahli iklim Dana Yermolyonok berkata, di Kazakhstan, hanya 2?ri total energi berasal dari sumber-sumber terbarukan.
"Umumnya masih menggunakan batu bara di sini. Khususnya jika kita bicara tentang penggunaan energi untuk pemanas dan listrik," kata dia.
Dana tinggal di Kota Karaganda yang memiliki salah satu cekungan batu bara terbesar di negara tersebut. Dia meragukan, apakah kekayaan yang didapat dari penambangan kripto ini sepadan dengan risiko lingkungan yang dihasilkannya.
"Setiap hari saat saya meninggalkan rumah, saya dapat melihat polusi. Di musim dingin, saat tidak ada angin, saya bahkan tidak bisa melihat gedung di sebelah rumah saya.