China Ingin Jadi Pusat Teknologi Dunia
- Data Driven Investor
VIVA – China menegaskan ingin menjadi pemimpin dalam hal produksi mikroprosesor. Mereka mengandalkan dan mengerahkan perusahaan teknologi domestik agar tidak tergantung kepada negara lain.
Dalam upaya untuk mendapatkan kekuatan super teknologi, Partai Komunis China (PKC) mengubah unit chip-nya yang baru berusia tiga tahun, T-Head, menjadi perancang chip prosesor dengan sarana untuk mendukung kebutuhan semikonduktor domestik.
T-Head telah meluncurkan prosesor ketiganya, Yitian 710, untuk bisnis cloud computing Alibaba pada Oktober 2021. Saat ini, T-Head tidak ada rencana untuk mengekspor chip tersebut ke negara lain.
Chip pertamanya, Hanguang 800, dirancang untuk kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang diluncurkan pada 2019. Kedua yaitu XuanTie 910, yang ditujukan untuk mobil self-driving atau otomasi.
Selain T-Head, maestro teknologi China lainnya, termasuk game dan raksasa media sosial Tencent serta produsen smartphone Xiaomi, juga berencana investasi untuk mendukung rencana pemerintah menjadi mandiri dalam hal produksi chip.
Saat ini China menyumbang 23 persen dari output semikonduktor global tapi hanya 7,6 persen dari penjualan.
Meski pabrik-pabrik di negeri Tirai Bambu telah merakit berbagai produk teknologi dunia, mereka masih sangat bergantung pada teknologi dari Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan.
Chip menjadi barang impor terbesar di China, melebihi minyak mentah, dengan angka mencapai lebih dari US$300 miliar (Rp4.270 triliun) pada tahun lalu. Beijing ingin mengakhiri ketergantungan ini, terutama setelah Huawei terputus dari teknologi AS sejak 2018.
"Kemandirian adalah fondasi bangsa China. Kami harus menjadi kekuatan super sekaligus pusat teknologi dunia untuk menjaga keamanan ekonomi nasional," kata Presiden China Xi Jinping, seperti dilansir dari situs Russian Today, Rabu, 29 Desember 2021.
Chip prosesor sangat penting untuk membuat produk seperti smartphone, peralatan rumah tangga, dan kendaraan. Kekurangan benda mini tersebut telah mengganggu manufaktur chip global selama satu tahun terakhir karena COVID-19 yang mengakibatkan penundaan produksi dan penutupan pabrik.