Bill Gates Sedang Berjudi
- Pixabay
VIVA – Bill Gates berencana meluncurkan proyek reaktor nuklir yang disebut Natrium. Ia menggandeng Warren Buffett untuk mewujudkan impiannya yang ditargetkan siap beroperasi secara komersial pada 2030.
Namun, para ahli menganggap proyek duet Gates dan Buffett itu sebagai upaya salah arah dalam mencapai target pengurangan karbondioksida (CO2).
Banyak negara kini tengah mempertimbangkan reaktor nuklir yang lebih kecil, yang disebut modular, sebagai cara untuk mendukung produksi energi rendah emisi selama masa transisi dari ketergantungan bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan.
Perusahaan energi nuklir milik Bill Gates, TerraPower dan perusahaan listrik PacifiCorp milik perusahaan Warren Buffett, Berkshire Hathaway, pada September 2020 bekerja sama untuk meluncurkan proyek yang disebut Natrium.
Reaktor ini rencananya akan dibangun di Wyoming, negara bagian penghasil batu bara terbesar di Amerika Serikat (AS).
"Kami pikir Natrium akan menjadi game-changer bagi industri energi," kata dia, seperti dikutip VIVA Tekno dari situs Deutsche Welle, Minggu, 14 November 2021.
Reaktor Natrium direncanakan bisa mengisi kekurangan energi yang diproduksi oleh pembangkit listrik tenaga angin (PLTA) dan surya (PLTS) sebagai generator cadangan.
Proyek ini mencakup reaktor cepat berpendingin natrium 345 megawatt (MW) dengan penyimpanan energi berbasis garam cair untuk meningkatkan output daya hingga 500 MW pada masa puncak permintaan daya.
Teknologi Natrium memiliki kemampuan untuk menyimpan panas dalam tangki garam cair agar bisa digunakan di masa depan, seperti pada baterai.
Undang-Undang Transformasi Energi Bersih AS mewajibkan penghapusan batu bara pada 2025 dan dekarbonisasi jaringan secara penuh di 2045.
Departemen Energi AS memberikan dana kepada TerraPower sebesar US$80 juta atau Rp1,15 triliun untuk mengembangkan ide mereka.
TerraPower mengatakan pembangunan pabriknya akan menelan biaya US$1 miliar atau Rp14,25 triliun untuk biaya teknik, pengadaan dan konstruksi. Pembangunannya diperkirakan memakan waktu 7 tahun.
Di AS, biaya untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) konvensional sekitar US$25 miliar dan memakan waktu lebih lama.
"Reaktor yang lebih kecil dan canggih seperti yang dikembangkan dengan pendanaan dari Bill Gates dan lainnya menawarkan aplikasi, pendekatan, dan peluang baru untuk salah satu sumber energi nonkarbon terbesar di dunia, energi nuklir," ungkap Direktur Inovasi Nuklir Clean Air Task Force, Brett Rampal.
Namun ternyata seorang ahli menilai bahwa ini bukanlah reaktor nuklir yang kecil. "Reaktor ini bukanlah reaktor yang kecil, mencapai 345 megawatt (MW)," tegas Antony Froggatt, seorang peneliti di Chatham House.
Meskipun jauh lebih kecil daripada reaktor yang ada (1.000 MW), tapi reaktor ini masih tergolong besar dan kemungkinan tidak semodular seperti perkiraan awal.
"Ini melemahkan argumen bahwa reaktor dapat dibangun di pabrik dan kemudian dikirim keluar, yang digadang akan jadi lebih murah," jelasnya, mengingatkan.
Charles Forsberg dari Departemen Ilmu dan Teknik Nuklir di Massachusetts Institute of Technology, AS mengatakan Natrium mencakup tangki-tangki penyimpanan panas nitrat – jenis penyimpanan panas yang sama seperti yang dipakai dalam sistem tenaga surya terkonsentrasi – pengganti turbin gas dan pembangkit listrik tenaga batu bara.
"Penyimpanan panas ini 10 kali lebih murah daripada penyimpanan dengan menggunakan baterai tetapi membutuhkan teknologi penghasil panas untuk menggabungkan penyimpanan panas. Nuklir adalah teknologi penghasil panas rendah karbon," ujarnya.
Sementara Guru Besar Ilmu Atmosfer Penn State University, Michael E. Mann, secara tegas menyebut Bill Gates selama ini meremehkan peran teknologi energi terbarukan yang aman dan terbukti dalam mendekarbonisasi ekonomi negara.
"Ia memainkan teknologi yang lebih berbahaya dan berisiko seperti geoengineering dan nuklir," katanya.
Ia pun merasa terganggu, karena menurutnya, Bill Gates mencoba menarik keuntungan dengan melakukan apa yang ia sebut sebagai 'penyesatan’.
"Ini salah arah dan berbahaya. Saat ini, yang menjadi hambatan bagi aksi kebijakan iklim bukanlah teknologi, tapi kebijakan," tegas Mann.
Saat ini, energi angin dan Matahari jauh lebih murah, dan lebih cepat untuk digunakan, serta jauh lebih aman daripada pembangkit nuklir tradisional.
"Apakah mungkin pembangkit listrik yang dibayangkan Gates dan Warren Buffet akan jadi lebih baik dibandingkan pembangkit listrik tenaga nuklir tradisional? tanya Robert Howarth, profesor di Cornell University.
"Mungkin, tapi ini masih percobaan. Dan saya meragukan klaim mereka. Sebaiknya kita tidak usah memakai tenaga nuklir, tapi secepatnya beralih ke 100 persen pemakaian energi terbarukan," kata Howarth.