Pesisir Utara Jawa Darurat Tenggelam, Dampak Perubahan Iklim Nyata

Ilustrasi banjir di Pondok Pinang, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVA / Vicky Fazri (Jakarta)

VIVA – Tenggelamnya pesisir utara Pulau Jawa bukan lagi sebuah prediksi, namun sudah menjadi bahaya yang semakin nyata. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim  2021, kawasan Asia Tenggara akan mengalami dampak yang cukup parah. 

Kerentanan kawasan ini terhadap kenaikan permukaan air laut ditemukan lebih cepat terjadi dibandingkan daerah lain. Hal ini semakin diperburuk oleh pergeseran tektonik dan efek surutnya air tanah. 

“Hilangnya wilayah pesisir dan kemunduran garis pantai di Asia Tenggara telah diamati dari tahun 1984-2015. Proyeksi menunjukkan bahwa permukaan laut regional rata-rata terus meningkat. Ini membuat kejadian banjir lebih sering di derah pantai. Ditambah lagi Tingkat Total Ekstrem Air (Extreme Total Water Level/ETWL) lebih tinggi di daerah dataran rendah dan erosi pantai mulai terjadi di sepanjang pantai berpasir,” kata Prof. Edvin Aldrian, Pakar Iklim dan Meteorologi BRIN yang juga merupakan Wakil Ketua Kelompok Kerja I IPCC. 

Prof. Edvin menegaskan bahwa kenaikan air laut tak lepas dari fenomena mencairnya es di kutub bumi dan pemuaian air laut karena pemanasan global. Inilah yang mengakibatkan penambahan volume air laut, serta meningkatnya intensitas dan frekuensi banjir yang menggenangi wilayah daratan. 

“Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia menyebabkan tingkat banjir yang lebih tinggi termasuk yang terjadi pada pesisir utara Pulau Jawa,” tuturnya. 

Manusia faktor penyebab

Peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Penginderaan Jauh BRIN, Rokhis Khomarudin menambahkan, dampak perubahan iklim terhadap pesisir utara Pulau Jawa semakin tinggi dengan dipicu oleh penurunan permukaan tanah di wilayah tersebut. 

“Manusia ikut menjadi faktor penyebab yang signifikan. Konsumsi air tanah yang masif dan tidak terkendali menyebabkan turunnya permukaan tanah. Walaupun saat ini dampaknya belum terlalu terasa, namun risiko turunnya permukaan tanah jelas membawa kerugian besar, baik dari sisi sosial maupun ekonomi bagi negara kepulauan seperti Indonesia,” kata dia. 

Jerome Powell Ungkap Alasan The Fed Tidak Terburu-buru Lakukan Pemangkasan Suku Bunga Lanjutan

Rokhis memaparkan, berdasarkan hasil pemantauan citra satelit terbukti terjadi penurunan muka tanah di DKI Jakarta antara 0.1-8 cm per tahun, Cirebon antara 0.3-4 cm per tahun, Pekalongan antara 2.1-11 cm per tahun, Semarang antara 0.9 – 6 cm per tahun, dan Surabaya antara 0.3 – 4.3 cm per tahun . 

Dari data satelit tergambar bahwa pesisir utara Jawa, terutama Pekalongan, mengalami penurunan muka tanah yang paling tajam. Kondisi geologi daerah pesisir yang merupakan tanah lunak ditunjang dengan peningkatan pembangunan pemukiman dan penggunaan air tanah menyebabkan penurunan muka tanah semakin tinggi. 

Praktisi Pemasaran Ungkap Dampak Buruk Kemasan Rokok Tanpa Merek

“Perlu adanya monitoring terhadap penurunan tanah dan laju perubahan garis pantai akibat perubahan ketinggian air laut,” ujarnya. 

Pesisir Jawa

Pesan Presiden Prabowo Subianto ke Mendikdasmen Prof Mu'ti soal Zonasi PPDB

Peneliti Ahli Utama BRIN, Prof. Eddy Hermawan mengungkapkan fenomena turunnya permukaan tanah di pesisir utara Pulau Jawa lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan selatan Jawa yang struktur geologinya cenderung berbukit. 

“Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrim hingga tahun 2050," tuturnya. 

Menurutnya, kondisi morfologi daerah pesisir yang relatif datar membuat hampir seluruh aktivitas pembangunan infrastruktur jalan dan perekonomian dipusatkan di utara Jawa. 

"Hal ini membuat beban tanah karena bangunan dan penyedotan atas penggunaan air tanah menjadi lebih intensif dibandingkan dengan wilayah lain. Untuk itu, upaya mitigasi dengan kebijakan penggunaan air tanah, penanaman mangrove, dan pencegahan perusakan lingkungan harus segera dilakukan,” ujarnya. 

Irvan Pulungan, Utusan Khusus Gubernur DKI Jakarta untuk Perubahan Iklim mengatakan tantangan dan inisiatif Pemerintah DKI Jakarta DKI Jakarta kerap kali disebut-sebut sebagai salah satu kota yang berpotensi paling cepat tenggelam di Indonesia

“Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan potensi tenggelamnya Jakarta. Yaitu letak geografis DKI Jakarta yang memang 40% wilayahnya berada di bawah permukaan laut, tingkat urbanisasi yang masif menyebabkan pembebanan pembangunan, serta penggunaan sumber air yang masif menyebabkan turunnya permukaan tanah," ujarnya. 

Ia menerangkan bahwa dampak perubahan iklim melipat tigakan permasalahan yang di hadapi, dan seluruh organisasi pemerintah daerah mengalami permasalahan yang serupa, yaitu isu global umat manusia ini hanya ditangani oleh Sub Bidang di bawah Dinas Lingkungan Hidup, dimana ruang gerak dan kewenangannya terbatas dalam menjalin kerja sama secara vertikal maupun horizontal. Sebagai solusi, Pemda DKI Jakarta telah mengeluarkan beberapa kebijakan strategis. 

Perencanaan Pembangunan Tata Ruang Kota yang Berimbang Menyoroti permasalahan ini, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Prof. Hariadi Kartodihardjo menyatakan bahwa persoalan paling mendasar dalam merencanakan dan menjalankan pembangunan tata ruang dapat mengikuti kehendak dan permintaan pasar (market) yang sarat akan kepentingan pihak-pihak tertentu. 

Pemerintah harus memiliki manajemen risiko bencana untuk mewujudkan konsistensi keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan hidup. 

"Perubahan iklim merupakan isu global yang kebijakan mitigasinya harus disusun dan ditaati oleh pemerintah pusat dan daerah dengan melibatkan semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, semua orang mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mengimplementasikan aksi atau gerakan sosial dan adaptasinya untuk meminimalisir risiko bencana,” tuturnya. 

Pemda berperan penting

Prof. Hariadi menekankan bahwa pemerintah daerah memegang peranan penting untuk menyusun kebijakan perencanaan pembangunan. 

“Pemda bisa mengintervensi proyek pembangunan di daerah pesisir pantai. Intervensi ini penting untuk mencegah kerusakan lingkungan. Selain itu, pemda perlu menginformasikan kepada semua pemangku kepentingan tentang faktor pendukung pencegahan kerusakan lingkungan, seperti penggunaan air tanah dan sistem drainase yang baik,” kata Prof. Harjadi. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya