Berisik gara-gara Label Kemasan Plastik

ilustrasi daur ulang plastik.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Industri plastik dinilai masih memiliki peluang pasar yang cukup besar. Produk yang dihasilkan dari sektor tersebut sangat vital, karena dibutuhkan sebagai bahan baku untuk beragam industri lain dari hulu sampai hilir.

Hadirkan Produk Percantik Hunian, Pameran Furniture Plastik Rumah Tangga Dihelat Serentak di 37 Lokasi

Data Kementerian Perindustrian menyebutkan Indonesia membutuhkan bahan baku plastik hingga 7 juta ton per tahun. Sementara yang bisa disuplai dari dalam negeri baru 2,3 juta ton. Sebagaimana diketahui juga dalam setiap produksi kemasan plastik pasti digunakan aneka zat aditif yang memiliki konsekuensi jika tertelan.

Apabila zat aditif dalam pembuatan produk plastik Polikarbonat (PC) menggunakan Bisphenol A (BPA), maka jenis plastik lain seperti Polyethilene Terephtalat (PET) dalam proses pembuatannya juga menggunakan zat aditif Acetyldehide (Alkanal) yang juga diduga bersifat karsinogenik (bisa menyebabkan kanker) jika terkonsumsi dalam jumlah sangat besar.

Industri Plastik dan Karet Indonesia Didorong Akselerasi Penerapan Ekonomi Hijau

Kementerian Perindustrian serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sepakat mengizinkan penggunaan PC dan PET sebagai kemasan air minum. Meski begitu, BPOM tiba-tiba mewacanakan untuk mewajibkan kemasan galon PC yang mengandung BPA agar mencantumkan keterangan “Bebas BPA dan turunannya” atau “Lolos batas BPA” atau kata semakna.

Hal ini membuat Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia atau Inaplas menyatakan keberatannya atas wacana BPOM yang terkesan secara diam-diam akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) plastik yang dalam proses pembuatannya menggunakan aditif BPA.

Migrasi BPA di Galon Guna Ulang Sangat Kecil, BRIN: Kalau Cuma Terjemur Sinar Matahari Masih Aman

Ketua Umum Inaplas Edi Rivai mengatakan pencantuman label jelas-jelas akan menambah biaya produksi. "Saat ini pada produksi kemasan galon PC kan sudah diberi kode recycle material kode 7,” kata dia, Rabu, 15 September 2021.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengaku masih menunggu BPOM terkait kabar mengenai wacana pelabelan yang berbau diskriminatif tersebut. "Saya berharap BPOM secepatnya mengundang GAPMMI untuk membahas wacana kebijakan tersebut,” jelasnya.

Kementerian Perindustrian ikut mempertanyakan adanya wacana tentang rencana BPOM yang akan mengeluarkan kebijakan soal pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) kemasan plastik yang mengandung BPA. Padahal, mereka menegaskan bahwa air kemasan galon baik yang berbahan PC maupun PET aman untuk digunakan oleh industri.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo, mengutarakan seharusnya BPOM perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan.

Edy menyebut seharusnya BPOM perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu.  Misalnya, kata Edy, BPOM harus melihat negara mana yang sudah meregulasi terkait BPA ini.

Kemudian, adakah kasus yang menonjol yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia terkait dengan kemasan yang mengandung BPA ini, serta adakah bukti empiris yang didukung scientific evidence, dan apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan.

"Itu pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum BPOM mewacanakan kebijakan terkait kemasan pangan yang mengandung BPA itu. Dalam situasi pandemi sekarang di mana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgent?" papar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya