Orang China kalau Minum Bir Bukan untuk Senang-senang
- Newsweek
VIVA – Para arkeolog telah menemukan beberapa artefak tertua yang pernah ditemukan terkait bir di Qiaotou, China Selatan berusia 9 ribu tahun. Namun, tampaknya para peminum kuno tersebut tidak meminum bir hanya untuk bersenang-senang.
Temuan ini terdiri dari dua kerangka manusia yang dikelilingi oleh sejumlah pot keramik di tempat yang tampaknya merupakan pemakaman di daerah non-perumahan. Dari 50 pot yang masih utuh para peneliti mengambil 20 untuk dianalisa.
Penelitian sebelumnya telah menetapkan kriteria untuk mengidentifikasi makanan yang bernilai dalam catatan arkeologi, seperti apakah bahan-bahannya sulit dikumpulkan atau membutuhkan waktu untuk diproduksi.
Bir dalam kasus ini mencentang sebagian besar persyaratan itu yang membuat para arkeolog menyimpulkan bahwa minuman dalam wadah ini bukan hanya bagian dari konsumsi harian, seperti dilansir dari laman Science Alert, Jumat, 3 September 2021.
Para arkeolog mengungkapkan bahwa minum bir sudah menjadi bagian dari upacara ritual yang berkaitan dengan penguburan orang mati. Beberapa teko memiliki ukuran yang mirip dengan gelas minum saat ini, sementara tujuh di antaranya tampak seperti teko Hu berleher panjang.
"Melalui analisis residu pot dari Qiaotou, hasilnya mengungkapkan bahwa bejana tembikar digunakan untuk menampung bir, dalam arti yang paling umum," kata Antropolog Jiajing Wang dari Dartmouth College, New Hampshire, Amerika Serikat (AS).
Bir kuno itu tidak akan seperti bir jenis India Pale Ale atau IPA, yang saat ini masih ada. Tapi sebaliknya, itu mungkin minuman yang sedikit difermentasi dan manis, tapi mungkin saja berwarna keruh.
Analisis pot juga menemukan sampel pati, fitolit (sisa tanaman yang diawetkan) dan jamur yang ditemukan dari bagian dalam yang tidak tertutup, yang kemudian dibandingkan dengan sampel kontrol yang diambil dari tanah sekitarnya.
Jejak butiran pati, fitolit, jamur dan ragi yang ditemukan di dalam pot konsisten dengan proses fermentasi bir. Kemungkinan bahan-bahan seperti beras, biji-bijian, serta umbi-umbian yang tidak dikenal digunakan untuk memasak minuman keras. Sekam padi dan bagian tanaman lainnya mungkin telah ditambahkan untuk membantu fermentasi.
Karena sisa-sisa penemuan berasal dari masa lalu maka sulit bagi para arkeolog untuk mengatakan dengan pasti bagaimana alkohol diproduksi oleh komunitas kuno ini.
"Kami tidak tahu bagaimana orang membuat jamur 9 ribu tahun yang lalu, karena fermentasi dapat terjadi secara alami," ungkap Wang.
Ia melanjutkan, apabila orang memiliki sisa nasi dan biji-bijian menjadi berjamur maka mereka mungkin telah mengetahui bahwa biji-bijian menjadi lebih manis dan beralkohol seiring bertambahnya usia.
Jamur bertindak sebagai agen di kedua tahap proses pembuatan bir, sakarifikasi (mengubah pati menjadi gula dengan enzim), dan fermentasi (mengubah gula menjadi alkohol dan keadaan lain membutuhkan ragi).
"Temuan menunjukkan bahwa minum bir adalah elemen penting dalam pemakaman prasejarah di China Selatan, serta berkontribusi pada munculnya masyarakat pertanian empat milenium kemudian," papar Wang.