Indonesia Masih Kalah dari Malaysia dan Laos untuk Layanan Ini

Ilustrasi menggunakan internet dengan mobile broadband.
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA – Mayoritas orang Indonesia terhubung dengan internet menggunakan perangkat seluler, atau istilahnya mobile broadband, ketimbang fixed broadband. Hal ini membuat investasi pada infrastruktur mobile broadband di sektor swasta dalam mendorong peningkatan konektivitas internet mengalami pertumbuhan selama dekade terakhir.

Yayasan Kesehatan Bangun Ekosistem Layanan Berkelanjutan Lewat Digitalisasi

Di sisi lain, layanan fixed broadband (internet yang terhubung melalui kabel LAN dan WiFi) atau fiber-to-the-home hanya digunakan oleh segmen populasi yang sangat kecil, seperti sekolah, fasilitas medis, kantor pemerintah, dan bisnis.

Laporan Bank Dunia menyebutkan jumlah total pelanggan fixed broadband di Indonesia sekitar 9,7 juta atau 4 persen dari populasi Indonesia. "Ini menunjukkan penetrasi yang rendah dibandingkan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara," kata Ekonom Senior Bank Dunia, Sailesh Tiwari, seperti dikutip dari Worldbank.org, Sabtu, 14 Agustus 2021.

Layanan yang bikin Pelanggan Ketagihan Terungkap

Hal ini diperkuat oleh laporan Ookla Speedtest pada Maret 2020, di mana kecepatan internet fixed broadband di Asia Tenggara dipimpin Singapura dengan kecepatan unduh hingga 197,26 Mbps. Disusul Thailand, Malaysia, Vietnam, Laos, Filipina, Brunei, dan Kamboja. Sementara kecepatan internet fixed broadband Indonesia hanya 20,13 Mbps.

Tiwari menambahkan, biaya dan daya jangkau masih menjadi faktor yang menghambat penggunaan fixed broadband. Berbeda dengan mobile broadband, menyiapkan layanan fixed broadband memerlukan beragam biaya. Mulai dari biaya sewa modem, biaya instalasi, dan biaya berlangganan bulanan.

KAI Amankan Barang Penumpang Tertinggal Senilai Rp11,4 Miliar Selama 2024

Tower sharing

Adapun harga layanan fixed broadband berlangganan di Indonesia berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp800 ribu per bulan. Biaya pemasangan dan langganan bulan pertama untuk koneksi internet saluran tetap dengan menggunakan paket internet termurah sekali pun diperkirakan setara dengan 1,2 kali pengeluaran per kapita bulanan rumah tangga miskin pada umumnya.

Dari segi kualitas layanan (QoS), atau kualitas dan keandalan layanan internet secara keseluruhan, juga menjadi tantangan lain di berbagai wilayah. QoS berdampak pada kecepatan transmisi (unggahan, unduhan) data dan kualitas panggilan telepon.

Hal ini tentu berdampak pada kemampuan pengguna untuk mengakses layanan online, seperti belanja online, streaming video, kesehatan hingga pembelajaran jarak jauh, yang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan selama pandemi COVID-19.

Investasi besar diperlukan untuk memperluas peluncuran layanan fixed broadband di Indonesia. Namun, biasanya 70 sampai 80 persen dari investasi layanan ini dalam bentuk infrastruktur pasif, seperti saluran, tiang, hak jalan, dan pekerjaan sipil.

Sementara penyebaran layanan mobile broadband di Tanah Air sangat mengandalkan pemakaian bersama menara (tower sharing), yang telah lama berlaku sejak Peraturan Bersama 30 Maret 2009 tentang Pemakaian Bersama Tower.

Market leader

Di lain hal, masih menurut laporan Bank Dunia, IndiHome menjadi layanan fixed broadband terbesar dengan menguasai 87 persen pangsa pasar di Indonesia dengan jumlah pelanggan sebanyak 8 juta di sepanjang 2020.

Layanan milik Telkom ini juga telah menjangkau sembilan pulau terluar di Indonesia. Jadi, dengan jaringan yang hampir di semua daerah dan luar pulau di Indonesia, maka sangat mudah bagi pengguna internet mengakses layanan IndiHome.

Sementara First Media milik PT Link Net Tbk berada di posisi kedua dengan pangsa pasar 7 persen. Kemudian posisi ketiga ada MNC Play dari PT Media Nusantara Citra (MNC) dengan pangsa pasar 3 persen. Peringkat keempat dan kelima, ada Biznet dan MyRepublick yang masing-masing menguasai pangsa pasar tak lebih dari 1 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya