Begini Cara Arkeolog Pelajari Jumlah Populasi Manusia
- National Institute of Anthropology and History (INAH)
VIVA – Penelitian cara baru yang melibatkan feses atau kotoran manusia akan membantu para arkeolog melihat perubahan yang mungkin tidak terlihat dalam bukti arkeologis.
Mempelajari sampel kotoran manusia yang usianya sudah berabad-abad telah memberi para ilmuwan pemahaman yang lebih dalam tentang ukuran populasi Suku Maya Kuno yang berfluktuasi.
Studi baru berhasil menetapkan empat periode berbeda yang berbasiskan perbedaan jumlah populasi yang tampaknya terjadi sebagai respons terhadap 'periode yang sangat kering atau sangat basah', dilansir dari situs Sputniknews, Selasa, 13 Juli 2021.
Para peneliti juga mendeteksi kota Itzan yang reruntuhannya terletak di Guatemala, yang ternyata dihuni oleh Suku Maya Kuno 650 tahun lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya berdasarkan bukti arkeologis.
Ahli biokimia dari McGill University Benjamin Keenan mengatakan bahwa penelitian baru seharusnya membantu para arkeolog dengan menyediakan alat baru untuk melihat perubahan yang mungkin tidak terlihat dalam bukti arkeologi, karena bukti tersebut mungkin tidak akan pernah ada, telah ada hingga telah hilang atau musnah.
Dataran rendah Suku Maya Kuno tidak begitu baik untuk melestarikan bangunan dan catatan kehidupan manusia lainnya karena lingkungan hutan tropis, menurut studi.
Penelitian ini dilaporkan didasarkan pada apa yang disebut stanol tinja. Yaitu, molekul organik dalam kotoran manusia dan hewan yang terawetkan dalam lapisan sedimen di bawah danau/sungai yang terkadang usianya mencapai ribuan tahun.
Dengan mempelajari konsentrasi molekul-molekul ini dari waktu ke waktu, para peneliti dapat mempelajari lebih lanjut tentang perubahan populasi di daerah tersebut.
Stanol telah terbukti menjadi indikator akurat tentang berapa banyak orang yang tinggal di tempat pada periode waktu tertentu.
"Stanol feacal punya potensi kuat untuk berfungsi sebagai proxy perubahan populasi manusia dan hewan di lanskap Mesoamerika juga memberikan wawasan tentang perubahan penggunaan lahan," ungkap Keenan.