Basmi Ekstremisme Online dengan Memahami Algoritma Media Sosial
- Sumber BBC
VIVA – Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan para pemimpin dunia dan perusahaan teknologi yang ingin membasmi ekstremisme kekerasan online perlu memfokuskan upaya untuk memahami algoritma media sosial yang menyuguhkan konten.
Ia berbicara pada pertemuan puncak virtual untuk menandai ulang tahun kedua inisiatif global untuk mengakhiri kebencian daring, yang disebut Seruan Christchurch, yang diluncurkan oleh Ardern dan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada 2019.
Saat itu, aksi tunggal supremasi kulit putih menewaskan 51 orang di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, sambil menyiarkan langsung aksinya di media sosial Facebook.
Sejak itu pula, lebih dari 50 negara, organisasi internasional dan perusahaan teknologi telah mendukung inisiatif Seruan Christchurch tersebut, termasuk perusahaan seperti Facebook, Google, Twitter dan Microsoft.
“Keberadaan algoritma itu sendiri belum tentu menjadi masalah. Apakah algoritma tersebut digunakan secara etis atau tidak. Itu adalah salah satu fokus terbesar komunitas selama setahun ke depan seiring dengan perluasan jaringan itu sendiri,” kata Ardern.
Ia juga mengatakan perusahaan teknologi besar mengungkapkan keinginan nyata di forum tersebut untuk menggunakan algoritma untuk intervensi positif. Dia, bagaimana pun, tidak merinci bagaimana perusahaan akan mengubah penggunaan algoritma yang mendorong konten berbahaya dan mengarah pada radikalisasi.
Seruan Christchurch diikuti untuk pertama kalinya oleh Amerika Serikat (AS), yang membuat perubahan kebijakan dua tahun setelah pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump, menolak untuk berpartisipasi dengan alasan kekhawatiran kebebasan berbicara.
Acara tersebut dihadiri oleh para pemimpin global termasuk Macron, dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Global Internet Forum to Counter Terrorism (GIFCT), sebuah LSM yang didirikan oleh Facebook, Microsoft, Twitter, dan YouTube yang bergabung dengan Seruan Christchurch, mengatakan kemajuan telah dicapai sejak 2019.
LSM itu menanggapi lebih dari 140 insiden sejak 2019 dengan perusahaan anggota berbagi informasi dan kesadaran situasional untuk memahami jika serangan memiliki dimensi online tertentu. (Ant)