Merger Indosat dan Tri Belum Jelas, Induk Usaha XL Justru Trengginas
- mashable
VIVA – Ketika publik Tanah Air masih menunggu realisasi rencana merger PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) dengan Tri Indonesia, negara tetangga Malaysia justru sudah melakukannya. Kali ini, induk usaha XL, Axiata Group Berhad, dan Telenor Asia sepakat untuk menggabungkan anak perusahaan mereka, Celcom dan Digi, menjadi satu entitas.
Nantinya, entitas baru ini bernama Celcom Digi Berhad dan memiliki basis konsumen terbesar, yakni 19 juta orang di Malaysia. Celcom adalah anak usaha Axiata dan Digi milik Telenor Asia, yang dimiliki oleh konglomerat Norwegia Telenor, salah satu penyedia telekomunikasi terbesar dunia yang fokus bisnisnya di negara Skandinavia dan Asia.
Baca: Jika Merger, Valuasi Gojek dan Tokopedia Nempel SpaceX Elon Musk
Dengan aksi korporasi ini maka Axiata, bersama dengan institusi Malaysia lainnya, memiliki 51 persen saham atas entitas baru tersebut. Sementara Telenor Asia akan memiliki 33,1 persen saham.
Mengutip situs Mashable, Senin, 12 April 2021, Axiata, yang sekarang melayani beberapa pasar di Asia termasuk Indonesia lewat XL, sebelumnya merupakan operator telekomunikasi di bawah naungan Telekom Malaysia – penyedia layanan broadband dan produk jaringan telepon terbesar milik BUMN Negeri Jiran.
Melalui pernyataan resminya, Axiata mengatakan bahwa mereka akan menerima saham baru yang diterbitkan di Digi sebesar 33,1 persen dalam bentuk saham pascatransaksi sebagai bagian dari merger yang nilainya diperkirakan mencapai 2 miliar ringgit (sekitar Rp7 triliun).
Sebagian besar dari jumlah tersebut akan berasal dari Digi sebagai utang baru, sedangkan sisanya akan berasal dari Telenor Asia. "Kedua belah pihak akan bekerja untuk menyelesaikan perjanjian sehubungan dengan transaksi yang diusulkan pada kuartal II 2021," demikian keterangan resmi Axiata.
Penggabungan dari dua penyedia layanan telekomunikasi terbesar di Malaysia ini diklaim akan menghasilkan pemimpin pasar baru yang mungkin di masa mendatang. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk membentuk "perusahaan telekomunikasi Malaysia terkemuka" untuk mendukung Malaysia menerapkan jaringan 5G dan layanan lainnya.
"Konektivitas merupakan pendorong digitalisasi. Industri telekomunikasi akan memainkan peran integral dalam mendukung keputusan pemerintah dalam mempercepat layanan 5G dan broadband berkualitas tinggi yang merata," ungkap Axiata.
Sebagaimana diketahui, tingginya perhatian investor saham ritel terhadap emiten ISAT saat ini tidak lepas dari rencana konsolidasi dengan Tri Indonesia. Untuk itu, perlu kejelasan dan kepastian waktu dari dua perusahaan telekomunikasi itu.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan belum jelasnya konsolidasi yang dilakukan ISAT dan Tri Indonesia justru membuat sahamnya menjadi sangat rentan dan mudah untuk terombang-ambing.
Terlebih, kata dia, di zaman serba media sosial saat ini informasi sangat mudah diakses, baik itu informasi benar maupun informasi menyesatkan. Dan parahnya, pelaku pasar kadang suka percaya isu beredar sebelum di cek dan ricek.
Ia pun berharap ada kejelasan dan kepastian dari konsolidasi ISAT-Tri saat ini. Termasuk, menjelaskan secara rinci apakah bentuk penggabungan yang dilakukannya. "Pasar hanya butuh kejelasan dan kepastian. Kalau jadi time line-nya kapan? dan kalau tidak jadi, butuh pula penjelasan upaya apa yang akan dilakukan ISAT untuk menjaga kualitas layanannya," tegas Reza di Jakarta, akhir Maret lalu.