Pemerintah Bisa Intip Obrolan di Telegram dan WhatsApp dengan 1 Syarat

Persaingan bisnis Whatsapp dan Telegram.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Teroris menggunakan platform Telegram dan Facebook untuk berkomunikasi hingga merekrutmen anggota bukan lagi menjadi sebuah rahasia. Nah, bagaimana dengan seorang hacker atau peretas? Menurut pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya, Telegram menjadi media sosial favorit para hacker dibandingkan WhatsApp.

Transkrip Pesan Suara Bisa dari WhatsApp

"Mereka itu nyaman berada dan berlama-lama di Telegram karena fitur-fitur yang ditawarkan. Misalnya, Telegram memberikan fasilitas kuota penyimpanan data chat untuk grup yang tidak terbatas dan tidak perlu di-backup oleh pengguna," kata dia, Rabu, 7 April 2021.

Baca: Facebook Bangun Kabel Bawah Laut, Menko Luhut Kasih Respons Begini

Istana Sebut Pelapor ke Layanan "Lapor Mas Wapres" via WhatsApp Banyak yang Iseng

Kemudahan ini bisa sangat dirasakan manfaatnya karena para hacker kerap berganti perangkat, sehingga jika menggunakan Telegram tidak perlu repot lagi backup dan restore data. Hal ini berbeda dengan WhatsApp yang harus melakukan pencadangan data secara mandiri.

Akan tetapi, ungkap Alfons, secara teknis Telegram tidak lebih aman dari WhatsApp. Apalagi jika tidak dienkripsi maka percakapan di Telegram menjadi lebih tidak aman.

WhatsApp akan Hadirkan Fitur Baru untuk Lacak Asal Foto

Sementara enkripsi milik WhatsApp akan aktif secara default, sedangkan Telegram harus membuat secret chat agar mendapat enkripsi ujung ke ujung (end-to-end encryption) tidak meninggalkan jejak digital di server media sosial milik Pavel Durov itu.

"Karena, Telegram memiliki penghancur pesan otomatis dan tidak diizinkan meneruskan pesan," paparnya. Namun demikian, kedua media sosial itu bisa diintip pemerintah untuk membuka obrolan saat berada pada situasi darurat. Izin harus dilakukan ke Telegram dan WhatsApp jika obrolan terenkripsi.

"Bisa (intip obrolan/percakapan) tanpa izin. Ambil langsung perangkat yang dipegang pengguna, karena kunci enkripsi ada di ponsel (smartphone) yang bersangkutan," tegas Alfons.

Sebelumnya, akun Twitter @UnderTheBreach baru-baru ini membeberkan mengenai rincian kebocoran 533 juta data pribadi pengguna Facebook dari 106 negara. Dari ratusan juta data pribadi yang bocor, sebanyak 130.331 data pribadi pengguna berasal dari Indonesia.

Data pribadi pengguna Facebook yang bocor termasuk pada ID akun Facebook, nama lengkap, jenis kelamin, status hubungan, alamat rumah, tempat dan tanggal lahir, serta tempat kerja. Seorang pengguna di forum peretasan menawarkan semuanya secara gratis. Untuk mendapatkannya mereka harus menghubungi peretas atau hacker melalui Telegram.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya