Penyebaran SDM Digital Masih Belum Merata di Indonesia

Ilustrasi kesenjangan digital.
Sumber :
  • Santa Cruz Tech Beat

VIVA – Pandemi COVID-19 telah mengubah tata cara belajar mengajar dari sistem tatap muka langsung menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Indonesia.

Hadirkan Inovasi Teknologi Terkini, Ratusan Perusahaan Hadir di Jade 2024

Menurut laporan yang dikeluarkan PwC dan UNICEF bertajuk GenU (Generation Unlimited) Tahun 2020 menyatakan satu dari tiga siswa di seluruh dunia atau sekitar 463 juta anak muda tidak dapat mengakses pembelajaran secara daring selama sekolah ditutup.

Selain itu, satu dari enam remaja telah berhenti bekerja sejak awal pandemi COVID-19. Beberapa kaum muda mengalami kesulitan untuk akses internet tidak memiliki perangkat komunikasi layak pakai dan keterampilan digital.

Wamendagri Bima Arya: Validitas Data Dukcapil Kunci Sukses Indonesia Emas 2045

Dalam hal keterampilan digital, survei PwC Tahun 2020 kepada 1.581 CEO menemukan terdapat 74 persen CEO yang prihatin akan ketersediaan tenaga kerja digital atau bidang teknologi, informasi dan komunikasi (TIK).

Badan Pusat Statistik (BPS) juga menganalisis kebutuhan tenaga kerja di perusahaan teknologi Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi dilihat dari peningkatan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) digital pada 2019 mencapai 5,32 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,07 persen.

Integrasi Teknologi dan Pendidikan untuk Mendongkrak Kualitas SDM

Namun, penyebaran SDM TIK masih belum merata di Indonesia, di mana terdapat kesenjangan digital yang cukup jauh, yaitu tertinggi dipegang DKI Jakarta sebesar 7,31 persen dan terendah di Papua, yakni 3,33 persen pada 2019.

Sedangkan, survei IBM Tahun 2017 mencatat jumlah penyerapan tenaga kerja digital seperti data science, data developer, dan data analisis diprediksi semakin meningkat sebanyak 700 ribu perekrutan di seluruh dunia.

Adanya keterbatasan akses untuk meningkatkan keterampilan digital dan kurangnya pemahaman mengenai pentingnya belajar programming data science dan data analisis menjadi salah satu penyebab.

Padahal ilmu programming untuk data science, data analisis, dan data developer dapat dipelajari dalam waktu kurang lebih 12 minggu sehingga siapa pun yang tertarik menjadi praktisi bisa mempelajarinya melalui pusat pelatihan TIK informal.

Hal ini yang menjadi alasan bagi Magnifique dan Yayasan Dian Sastrowardoyo untuk menyelenggarakan webinar M-Class keenam bertemakan 'Menjelajah Data Analisis dan Data Visualisasi dengan Mudah Menggunakan Metabase' bersama Hacktiv8 dan PwC Indonesia.

M-Class dilakukan setiap bulan dengan menghadirkan para pembicara yang kompeten dan topik yang berbeda, menargetkan para mahasiswa dan komunitas di daerah kurang terjangkau. Selain webinar gratis, M-Class juga memberikan kuota internet untuk peserta yang mempunyai keterbatasan akses maupun transportasi agar tidak terbebani.

“Webinar M-Class akan terus dilaksanakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh yang masih harus berlangsung selama masa pandemi COVID-19," tutur Managing Partner Magnifique, Arifaldi Dasril, Rabu, 3 Maret 2021.

Sementara itu, Aktris Dian Sastrowardoyo menuturkan program M-Class dapat menjawab empat tahap penting untuk membantu para siswa dan siswi mengurangi kesenjangan digital. Keempatnya yaitu konektivitas, akses, literasi digital, dan keterampilan siap kerja.

"Harapannya para calon tenaga kerja programmer, web developer/data developer, data analisis dan data visualisasi dapat memenuhi kebutuhan perusahaan digital dan teknologi di Indonesia yang masih sangat luas," ungkap Pendiri Yayasan Dian Sastrowardoyo itu.

Corporate Responsibility Leader PwC Indonesia, Djohan Pinnarwan, mengakui jika pandemi COVID-19 telah mempengaruhi setiap sektor, institusi, dan individu di seluruh dunia. "Para pemangku kepentingan dapat memilih untuk berkontribusi dalam menutup kesenjangan keterampilan, tanggap digital, dan menyediakan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan kemajuan teknologi yang terus berubah," jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya