Antisipasi Pembangkangan OTT Asing

OTT asing.
Sumber :
  • Daily Bangladesh

VIVA – Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala merespons positif keluarnya PP 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar), yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.

Uskup Agung Jakarta soal PPN 12%: Kalau Pemerintah Sudah Memutuskan, Ikut di Dalam Arus Itu

Salah satu pasal yang terdapat pada regulasi yang disahkan 2 Februari kemarin adalah pengaturan terhadap penyedia layanan over the top (OTT), baik asing maupun lokal.

Baca: Hati-hati Kampanye Terselubung OTT Asing di Indonesia

Ini Permintaan Puan ke Pemerintah Jelang Nataru 2025

Meski mengapresiasi, namun ia menilai keluarnya PP Postelsiar terlambat. "Saya katakan demikian karena sudah banyak OTT asing yang menikmati keuntungan di Indonesia. Tingkat kerugian yang dialami negara sudah sangat besar dari keberadaan mereka di sini," kata dia, Selasa, 2 Maret 2021.

Kendati demikian, Kamilov melanjutkan, terbitnya PP Postelsiar jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali regulasi yang mengatur bisnis OTT asing di Tanah Air.

PPN Naik 12%, Ini 3 Solusi untuk Pekerja Hadapi Dampak Kenaikan PPN

Namun tantangannya saat ini, ia menuturkan, adalah bagaimana pemerintah dapat membuat aturan turunan dari PP Postelsiar. Tujuannya agar sejalan dengan cita-cita UU Cipta Kerja, yaitu meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia.

Peraturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) mengenai detail pelaksanaan kerja sama penyelenggara OTT dengan penyelenggara telekomunikasi serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang dilakukan penyelenggara OTT.

"Karena selama ini OTT asing tidak pernah diatur, maka pemerintah melalui Kominfo dan Kemenkeu harus dapat mengantisipasi pembangkangan yang akan dilakukan oleh OTT asing. Mereka seharusnya membayar triliunan rupiah, tapi jumlah yang diterima negara tidak signifikan," ungkapnya, mengingatkan.

Bukti dari pembangkangan OTT asing terhadap kewibawan pemerintah dapat dilihat dari masih banyak OTT asing yang tidak memiliki badan hukum di Indonesia. Hal ini membuat pemerintah tidak dapat dengan mudah memungut pajak penghasilan (PPh).

Selain itu, bukti lain dari pembangkangan OTT asing juga bisa dilihat dari rendahnya mereka mendaftarkan aplikasinya di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Padahal, aturan mengenai kewajiban OTT asing untuk mendaftar di PSE Kominfo sudah ada.

"Untuk melakukan verifikasi pendapatan OTT asing itu mudah sekali. Cukup kawal dan evaluasi kewajiban kerja sama dengan operator telekomunikasi. Karena mereka (operator telekomunikasi) punya data yang sangat lengkap," ujar Kamilov.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya