Ada Benalu di Operator Telekomunikasi
- panoramio.com
VIVA – Pendapatan operator telekomunikasi di Indonesia tergerus karena kehadiran penyedia layanan over the top (OTT) asing atau global. Hal ini berdampak pada rendahnya investasi pembangunan infrastruktur telekomunikasi, sehingga berdampak pula terhadap rendahnya penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut yang selama ini didukung oleh keberadaan vendor dan kontraktor operator telekomunikasi.
"Kewajiban OTT asing untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan kedaulatan negara. Kami berharap bisa kembali meningkatkan investasi dan penetrasi sehingga akan mendongkrak jumlah pekerja di kontraktor telekomunikasi yang selama ini terkenal padat karya," kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Nasional Telekomunikasi (APNATEL), Triana Mulyatsa, Senin, 1 Februari 2021.
Baca: Indonesia Terkoneksi Secara Digital Tahun Ini
Menurutnya, selama ini OTT global sudah menikmati pendapatan yang tinggi dan tidak berkontribusi terhadap pembangunan jaringan telekomunikasi di Indonesia lantaran tidak membayar pajak kepada negara. Padahal mereka mengeruk banyak keuntungan dari Indonesia.
"Selama ini mereka hanya dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas penjualan barang dan jasa. Namun, sejatinya PPN itu yang bayar masyarakat Indonesia, bukan OTT asing," tegas dia.
Untuk itulah, APNATEL mendukung pemerintah yang bersikap tegas menerapkan kewajiban kerja sama penyelenggara OTT asing dengan operator telekomunikasi yang dituangkan ke dalam perubahan Rancangan Peraturan Pemerintah sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar), yang merupakan peraturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
Dengan begitu, ungkap Triana, apabila OTT global telah bekerja sama dengan operator telekomunikasi dalam negeri, ia berharap sebagian pendapatan OTT asing bisa digunakan untuk percepatan penyediaan jaringan telekomunikasi. Ia juga mengingatkan bahwa selama ini penggelaran jaringan telekomunikasi tanpa menggunakan dana APBN.
"Pemerintah jangan mau diintervensi OTT asing yang hanya mementingkan keuntungan semata, namun tidak mau berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia," papar Triana.
Jadi, sekarang waktu yang tepat bagi pemerintah untuk melindungi dan menjaga keberlangsungan penyelenggara telekomunikasi Indonesia, sehingga diharapkan nantinya Indonesia tidak hanya dijadikan pasar saja bagi OTT global, tetapi bisa menjadi pusat perkembangan digital di Asia Tenggara.
“Kami sangat mendukung pemerintah mengatur OTT asing yang menyediakan layanan sama seperti operator telekomunikasi (voice dan messanger). Ini tentunya berdampak pada penurunan pendapatan operator. Jika didiamkan maka berdampak terhadap kegiatan usaha anggota kami. Sekarang pun sudah mulai terasa," jelas Triana.