Boleh Monopoli di Industri Telekomunikasi, tapi Jangan Lakukan Ini
- LiveatPC.com
VIVA – Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU sangat krusial dan harus dilibatkan dalam pengawasan di industri telekomunikasi untuk menangkal praktik monopoli dan percaloan lisensi. Sebab, bisnis telekomunikasi melibatkan dana yang sangat besar.
"Karena itu, peran KPPU dan badan regulator telekomunikasi yang independen sangatlah penting. Jika industri telekomunikasi sehat maka negara dan masyarakat yang diuntungkan," kata Direktur Rumah Reformasi Kebijakan, Riant Nugroho, Senin, 28 Desember 2020.
Baca: Smartfren, Tri Indonesia dan Telkomsel Menangkan Frekuensi 5G
Seperti diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2020 yang isinya membubarkan 10 lembaga. Salah satunya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Tugas BRTI kemudian diambil alih Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.
Menurut Riant, keberadaan badan regulator telekomunikasi yang independen diperlukan supaya kebijakan pemerintah mengatur industri telekomunikasi tidak bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang nakal.
"Pemerintah perlu membuat badan regulator telekomunikasi yang independen. Jika tidak dibentuk, maka kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang nakal. Karena kan BRTI sudah dibubarkan Presiden," ungkapnya.
Apa yang diungkapkan mantan anggota Komite Regulasi Telekomunikasi-Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (KRT-BRTI) itu sebagai peringatan dini atas kebijakan berbagi spektrum frekuensi 5G sebagaimana tertuang dalam UU Cipta Kerja serta Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Sektor Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (RPP Postelsiar) untuk mendukung transformasi digital di Tanah Air.
Teknologi seluler generasi kelima ini memerlukan spektrum frekuensi radio yang lebar dan contiguous. Namun, kerja sama atas spektrum frekuensi 5G sebagai alat produksi strategis dalam industri telekomunikasi memunculkan risiko terjadinya pengaturan alat produksi dan kolusi.
Jika tidak diatur dengan baik, dapat berakibat timbulnya monopoli yang dapat berujung pada persaingan usaha tidak sehat lantaran melihat adanya potensi praktik monopoli dari kerja sama tersebut.
Baca juga: Pemerintah Resmi Bubarkan BRTI
Riant menilai, monopoli tersebut tidak semuanya salah. Ada beberapa kondisi yang memang memerlukan terjadinya monopoli. Monopoli karena hukum terjadi disebabkan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu pasar. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
"Contohnya, penyediaan infrastruktur publik seperti listrik yang dimonopoli oleh PLN, bahan bakar minyak (BBM) dikelola Pertamina, dan air oleh PDAM," jelasnya. Ada pula monopoli yang terjadi secara alami.
Misalkan, pada suatu wilayah hanya terdapat satu operator telekomunikasi, sedangkan operator telekomunikasi lain tidak melayani daerah tersebut karena berbagai pertimbangan ekonomi dan operasional.
Selain itu, terdapat pula monopoli yang terjadi karena lisensi, seperti perusahaan farmasi yang berhasil menemukan ramuan obat mendapatkan lisensi atau paten atas penemuan tersebut. Lisensi atau paten tersebut adalah bentuk insentif dari pemerintah atas inovasi. Seperti diketahui, penelitian dan pengembangan tersebut membutuhkan waktu, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit.
Namun, Riant tidak memungkiri juga terdapat monopoli yang sengaja dibentuk untuk menghasilkan keuntungan sebagian pihak saja. Monopoli jenis ini biasanya terbentuk dari merger, akuisisi, dan/atau kolusi yang tujuannya tidak lain untuk mengatur alat produksi. Ujung-ujungnya, pihak yang memonopoli dapat menentukan harga pasar sesuka mereka.
“Yang dikhawatirkan itu bukan kondisi monopoli, tetapi praktik monopoli. Dalam UU 5/1999 Tentang Persaingan Usaha sudah dijelaskan bahwa monopoli adalah suatu kondisi, sedangkan praktik monopoli adalah suatu kegiatan pemusatan kekuatan ekonomi sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum,” terang Riant.
Dalam beberapa kondisi tertentu, menurut dia, monopoli tidak bisa dihindari. Namun, yang perlu diantisipasi adalah praktik dan tindakan penyalahgunaan posisi monopoli yang ujungnya merugikan masyarakat. "Keterlibatan KPPU harus diatur agar bersifat pre-evaluation bukan post-evaluation," paparnya.