Bersin Ibarat Bom Atom Mini yang Meledak Lebih dari 2 Meter
- Pixabay
VIVA – Partikel mikro yang dikeluarkan saat bersin dapat menyebar lebih jauh dari yang diperkirakan, bahkan melampaui batas jarak fisik. Dikutip dari laman Science Alert, Jumat, 11 Desember 2020, ilmuwan telah memberi tahu dalam jarak berapa batuk dapat menyebar.
Selain itu, melacak penyebaran tetesan akibat batuk dengan tingkat presisi yang menakjubkan dan memperingatkan bahwa jarak fisik bukanlah solusi yang tepat. Di tengah situasi pandemi, kita tidak memiliki cukup ilmu tentang bagaimana Virus Corona COVID-19 menyebar di antara orang yang terinfeksi.
Baca: Masker Kain Ini Diklaim Lebih Baik Dari N95
"Terutama jika bersin dan batuk yang dapat mendorong patogen keluar lebih jauh dari yang kita kira," kata Renzi Clarke, ilmuwan dari Loughborough University, Inggris.
Ia lalu membuat simulasi dan menemukan tetesan terbesar secara konsisten bisa melebihi dua meter atau 6,5 kaki dari sumber sebelum jatuh ke tanah. Ia dan Adam Clarke memodelkan cairan awan ekspirasi yang dikeluarkan saat batuk dan bersin.
Kemudian, menemukan bahwa bentuk evolusi dari awan uap air yang dikeluarkan oleh penyemprot nosel membentuk turbulensi dan sirkulasi pusaran berbentuk torus dalam cairan atau gas.
Dinamika yang sama juga terlihat pada awan jamur dari ledakan nuklir. Hipotetisnya adalah partikel kecil yang berpotensi mengandung virus dalam batuk dan bersin dapat melompat lebih jauh daripada yang kita sadari.
"Dalam beberapa kasus, tetesan didorong lebih dari 3,5 meter atau 11,5 kaki oleh pusaran apung, yang bertindak seperti bom atom mini," kata Renzi. Model juga menunjukkan bahwa tetesan yang lebih kecil dibawa ke atas oleh pusaran mini dan membutuhkan beberapa detik untuk mencapai ketinggian 4 meter.
Pada ketinggian ini sistem ventilasi gedung akan mengganggu dinamika awan dan bisa terkontaminasi. Dalam beberapa kasus pula tetesan terkecil yang lebih mudah didorong oleh turbulensi awan uap air yang ketinggiannya mencapai lebih dari 6 meter dan tetap melayang di udara selama simulasi.
Renzi bersama ilmuwan lain juga mengakui bahwa model mereka didasarkan pada sejumlah asumsi matematis dan menunjukkan masih banyak yang belum diketahui tentang potensi penularan tetesan terkecil yang dihembuskan manusia.