Digitalisasi Layanan Tak Bisa Dihindari

Ilustrasi layanan digital.
Sumber :
  • Imarticus

VIVA – Pandemi COVID-19 menjadi momentum seluruh industri, termasuk asuransi jiwa, untuk menerapkan digitalisasi layanan. Sebab, layanan digital menjadi tren yang tidak dapat dihindari di masa depan. Digitalisasi layanan diyakini juga turut meningkatkan inklusi keuangan nasional.

Banyak Bank Bangkrut, OJK Pastikan Seluruh BPR dan BPRS di Indonesia Dalam Pengawasan Normal

Potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Pada 2025, ekonomi digital Indonsia diprediksi bisa bertumbuh hingga US$133 miliar atau Rp1.800 triliun. Sementara nilai ekonomi digital internet pada 2019 sebesar US$40 miliar (Rp557 triliun), sedangkan 5 tahun lagi diprediksi lebih dari US$133 miliar.

Adapun nilai ekonomi digital dari transaksi e-commerce berpotensi naik dari US$20 miliar (Rp279 triliun) menjadi US$82 miliar (Rp1.143 triliun), atau meningkat empat kali lipat. Proyeksi berdasarkan riset yang dilakukan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company bertajuk e-Conomy SEA 2020 at Full Velocity: Resilient and Racing Ahead.

Banyak yang Sudah Melek Asuransi Tapi Minat Masyarakat Masih Rendah, Kenapa?

“Dengan menggunakan teknologi informasi diharapkan daya jangkau industri asuransi jiwa kepada nasabah akan lebih efektif dan efisien,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan, Riswinandi, Kamis, 3 Desember 2020.

Selain itu, industri asuransi jiwa juga harus bisa memaksimalkan potensi besar di sektor digital. Apalagi, penetrasinya saat ini relatif masih kecil atau tidak pernah di atas 3 persen dengan total potensi 268,5 juta jiwa penduduk Indonesia.

Solutif! Bank Mandiri Perkuat Digitalisasi Sektor Kesehatan Bersama RSAB Harapan Kita

Riswinandi mengingatkan jika para pelaku industri asuransi jiwa harus adaptif guna menjaga kinerjanya, mengingat tahun depan diperkirakan kondisi perekonomian dalam tahap pemulihan dan kembali normal pada 2022.

"Mereka juga harus mampu membaca perubahan konsumen yang terjadi saat pandemi COVID-19, serta tentunya, melakukan digitalisasi layanan kepada nasabah," jelasnya. Jika saja 20 persen masyarakat sadar asuransi, kata Riswinandi, maka industri ini akan meningkat secara signifikan.

Untuk menuju ke arah sana, maka OJK telah memberikan persetujuan kepada sembilan perusahaan asuransi untuk memasarkan produknya secara digital, termasuk Manulife Indonesia.

Direktur Utama dan Kepala Eksekutif Manulife Indonesia, Ryan Charland, menyambut baik upaya pemerintah menggarap sektor digital sebagai platform bisnis di masa mendatang. Ia mengaku saat ini sudah menerapkan pelayanan berbasis digital kepada para nasabah, termasuk pengajuan klaim secara online dan polis elektronik.

"Tahun depan kami akan terus memberikan solusi perencanaan keuangan terkait dengan biaya kesehatan dan proteksi keuangan keluarga," papar dia. Selain itu, Ryan telah menerapkan layanan non face to face.

Layanan ini tetap membuat tenaga pemasar Manulife Indonesia berupaya memberikan layanan terkait advis finansial meskipun tanpa bertatap muka. Untuk itu, para tenaga pemasar telah dibekali dengan pelatihan yang mumpuni dan profesional agar tetap optimal membantu masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

"Kami terus mendampingi para nasabah, termasuk membayar klaim COVID-19. Pembayaran klaim dilakukan setelah nasabah memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan,” papar Ryan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya