Telkom Usung BigBox, Distribusi Bansos Jadi Lebih Akurat
- VIVA.co.id/Amal Nur Ngazis
VIVA – PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom mengumumkan kehadiran startup atau perusahaan rintisan BigBox, solusi big data analytics untuk program Satu Data Indonesia yang dicetuskan pemerintah.
"Kita mencoba untuk menyatukan agar punya satu data yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, termasuk mendistribusikan bantuan sosial (bansos) agar lebih akurat," kata Direktur Utama Telkom, Ririek Adriansyah secara virtual, Rabu, 2 Desember 2020.
Program Satu Data Indonesia dicetuskan Presiden Joko Widodo pada 12 Juni 2019, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia, yaitu kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang terintegrasi, akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagi-pakaikan.
Menurut Ririek, inisiatif ini ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tata kelola data pemerintahan. Tidak hanya untuk pengambilan kebijakan tapi juga bentuk pemenuhan kebutuhan data publik bagi masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Pendiri BigBox, Muhammad Sigit Pramudya, mengaku memiliki paket dasar dengan delapan modul yang terdiri dari BigLake, BigSpider, BigAction, BigSearch, BigQuery, BigBuilder, BigFlow, dan BigEnvelope.
Startup ini juga memiliki vertical platform yang terdiri dari social media analytic platform (BigSocial), e-commerce analytic platform (BigCommerce), dan one data management platform (BigOne) yang khusus menjadi platform Satu Data Indonesia secara nasional.
"BigBox telah teruji di berbagai implementasi, seperti proyek yang mengintegrasikan 5.518 sumber data SPBU," jelas Sigit. Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan kelemahan utama Indonesia sebagai sebuah bangsa. Ia mengatakan kelemahan tersebut berkaitan dengan teknologi digital.
Erick menyoroti pengembangan teknologi digital di Tanah Air seharusnya diimbangi dengan adanya pusat data atau database. Namun, database tersebut hingga saat ini belum dimiliki Indonesia.
"Karena itu pembangunan data center dan clouding system jadi sangat penting. Jelas salah satu kelemahan kita sebagai berbangsa adalah database," kata Erick secara virtual, akhir bulan lalu.