Segini Budget Orang Indonesia untuk Internet Tiap Bulan

Kecepatan Internet yang tinggi.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ternyata masih banyak masyarakat, yang memiliki kendala jaringan tidak stabil saat mengakses internet. Hal ini terlihat dalam survei berjudul Status Literasi Digital Indonesia 2020 yang dipaparkan pada akhir pekan kemarin.

Masih Buron, Fredy Pratama Tetap Aktif Kirim Narkoba ke Tanah Air

Dikutip VIVA Tekno Minggu 22 November 2020, dari jumlah responden 1670 orang, sekitar 76,9 persen merasa jaringan tidak stabil menyebabkan koneksi sering terputus menjadi kendala mereka saat mengakses internet. Selain itu ada juga masalah jaringan internet tidak selalu ada (53,7 persen), terkendali biaya paket data (33,9 persen) dan listrik padam atau hujan (0,7 persen).

Selain itu, survei juga menemukan perilaku penggunaan internet. Misalnya biaya yang dikeluarkan per individu dan keluarga untuk membiayai berselancar di dunia maya selama satu bulan.

Literasi untuk Masyarakat Menengah ke Bawah Masih Jadi Tantangan

Hasilnya, sebagian besar mengeluarkan uang Rp50 ribu hingga Rp100 ribu per individu. Sementara satu keluarga, kebanyakan responden menjawab biayanya berkisar Rp50 ribu sampai Rp300 ribu.

Nampaknya, kebanyakan masyarakat Indonesia juga mengakses internet melalui handphone. Sebab, survei itu menunjukkan seluruh responden memiliki ponsel dan hampir seluruhnya terhubung dengan internet.

Apindo Apresiasi Rencana Pemerintah Tunda PPN 12 Persen

Sementara yang memiliki PC atau laptop hanya 18,4 persen. Dari jumlah itu, sekitar 65,1 persen seluruh perangkatnya terkoneksi internet.

Survei ini juga melihat penggunaan media sosial pada masyarakat. Dari jenisnya, WhatsApp menduduki urutan pertama untuk yang paling banyak digunakan, sementara hanya sedikit responden menggunakan Line.

Kebanyakan responden menjawab menggunakan WhatsApp rata-rata 2-5 jam sehari (35,1 persen). Sementara platform media sosial digunakan lebih sebentar kurang dari 2 jam seperti Facebook (57,7 persen), Youtube (62,5 persen), Instagram (61,3 persen), Tiktok (75,4 persen), dan Twitter (78,3 persen).

Cara informasi dibagikan juga dilihat dalam survei ini. Terungkap, jika keluarga dan tetangga jadi sumber dan target utama membagikan informasi.

Selain itu juga, terlihat kebanyakan responden mengaku tidak pernah menyebarkan sebuah informasi dan akhirnya diketahui sebagai hoaks. Hanya 11,2 persen responden mengakui pernah melakukannya.

Saat ditanya alasan menyebarkan berita atau informasi, hampir 68,4 persen menjawab hanya meneruskan berita. Namun, mereka tidak memikirkan jika konten bermuatan hoaks atau bukan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya