Perjalanan Panjang Penemu Teori Lubang Hitam Raih Nobel Fisika
- Durham University
"Ada kesalahan dalam cara mereka melakukannya," kata Penrose.
Pada akhir 1965, Teorema Singularitas Penrose mulai populer di seluruh dunia. Inspirasi kilatnya menjadi kekuatan pendorong dalam kosmologi. Ia telah lebih dari sekadar menjelaskan apa itu quasar. Ia telah mengungkapkan kebenaran utama tentang realitas yang mendasari Alam Semesta kita.
Apa pun model Alam Semesta yang dihasilkan orang sejak saat itu harus menyertakan singularitas, berarti meliputi sains yang melampaui relativitas.
Singularitas juga mulai meresap ke dalam kesadaran publik, sebagian berkat sebutan "lubang hitam", istilah yang pertama kali digunakan secara publik oleh jurnalis sains Amerika Ann Ewing.
Stephen Hawking terkenal menjadikan teorema Penrose sebagai dasar untuk membalikkan teori tentang asal-usul alam semesta setelah pasangan tersebut bekerja sama dalam meneliti singularitas. Singularitas menjadi sentral dari setiap teori tentang sifat, sejarah, dan masa depan Alam Semesta.
Para eksperimentalis mengidentifikasi singularitas lain, termasuk yang ada di jantung lubang hitam supermasif di pusat galaksi kita sendiri yang ditemukan oleh Reinhard Genzel dan Andrea Ghez, yang berbagi Hadiah Nobel Fisika dengan Penrose tahun ini.
Penrose sendiri kemudian mengembangkan sebuah alternatif dari Teori Big Bang yang dinamakan Conformal Cyclic Cosmology, buktinya bisa didapatkan dari sisa sinyal dari lubang hitam kuno.
Pada 2013, insinyur dan ilmuwan komputer Katie Bouman memimpin tim peneliti yang mengembangkan algoritma yang mereka harapkan bisa memotret lubang hitam.
Pada April 2019, teleskop Event Horizons menggunakan algoritma tersebut untuk menangkap gambar pertama lubang hitam, memberikan konfirmasi visual dari teori Einstein dan Penrose yang dahulu kontroversial.
Meskipun Penrose, yang kini berusia 89 tahun, senang dianugerahi penghargaan tertinggi dalam bidang fisika, Hadiah Nobel, tetapi ada hal lain yang menekan pikirannya.