Bebas dari Fosil, Pakai yang Tak Pernah Habis
- ANTARA
VIVA – Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari proses alam yang berkelanjutan atau tidak pernah habis yang ramah lingkungan, seperti tenaga surya, tenaga angin, arus air proses biologi, dan panas bumi. Konsep ini mulai dikenalkan pada 1970an sebagai upaya untuk mengimbangi pengembangan energi berbahan bakar fosil dan nuklir.
Sumber yang dipakai oleh energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Akan tetapi, bisakah Indonesia lepas dari belenggu fosil?
Laporan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Energy Outlook 2019, memproyeksikan bahwa dengan penggunaan semasif sekarang, Indonesia akan kehabisan batu bara dalam kurun waktu 71 tahun. Penggunaan energi fosil tak akan bertahan selamanya akibat laju pengurasan yang lebih cepat ketimbang penemuan baru.
Nah, Indonesia merupakan satu dari sekian banyak negara di dunia yang kaya akan sumber energi terbarukan. Mulai dari angin, tenaga surya, air, panas bumi, gelombang laut, hingga bioenergi.
Pemerintah langsung memasang target pemakaian sumber energi terbarukan menjadi sebanyak 23 persen pada 2025, karena pemenuhan kebutuhan energi Indonesia masih bergantung kepada energi berbasis fosil, seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam.
Menurut Sekretaris Perusahaan PT Sky Energy Indonesia Tbk, Frisky Kurniawan, energi terbarukan, termasuk di dalamnya teknologi, saat ini sedang tren dan menjadi pasar prospektif di dunia. Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di sektor energi terbarukan, JSKY – kode emiten perseroan – memproduksi dan memasarkan panel surya.
"Tahun ini kami juga mengerjakan sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di berbagai daerah, seperti di Merauke Papua dan Sorong Papua Barat, yang nilai proyeknya mencapai Rp500 miliar," ungkapnya, Jumat, 4 September 2020.
Kendati demikian, Frisky mengakui jika pasar ritel panel surya saat ini agak melambat karena pengaruh dari melambatnya seluruh kinerja ekonomi dan bisnis secara global akibat pandemi COVID-19 yang belum usai. Sedangkan kontrak proyek-proyek PLTS harus tetap berjalan sesuai jadwal.
"Kontrak ini termasuk proyek perluasan pabrik panel surya milik kami di Cisalak, Jawa Barat. Ini karena permintaan ekspor masih tinggi, sehingga perluasan (pabrik) tetap dilakukan," papar dia. Adapun pangsa pasar ekspor perseroan adalah Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat (AS).
Perlambatan tren energi terbarukan juga diakui Badan Energi Internasional (IEA). Mereka sudah memperingatkan bahwa pengembang akan membangun lebih sedikit pada proyek energi turbin angin dan tenaga surya pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu. IEA memprediksi pemulihan akan terjadi pada 2021.
Untuk itu pula JSKY berencana menerbitkan saham baru sebanyak 1.699.448.100 lembar dengan nilai nominal Rp50 per lembar saham untuk menambah modal melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.
Dengan penawaran itu JSKY menargetkan akan mendapatkan tambahan modal sekitar Rp84,97 miliar melalui mekanisme penawaran umum terbatas. “Penambahan modal akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan," kata Frisky.