Google Mau Lawan Aturan Negara

Logo Google.
Sumber :
  • Businessinsider/Azhar Kasman

VIVA – Google mau lawan aturan negara. Kali ini yang dilawan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Australia (Australian Competition and Consumer Commission / ACCC). Mesin pencari asal Amerika Serikat (AS) itu mencoba memainkan opini publik yang mengatakan rencana Australia menerapkan aturan membayar konten berita merupakan tindakan yang akan memperburuk ekosistem bisnis.

Bursa Asia Fluktuatif pada Pembukaan Pasar, Investor Tunggu Keputusan Suku Bunga dari Dua Negara Ini

KPPU Australia menilai aturan yang lagi digodok ini mewajibkan Google membayar setiap penggunaan konten berita yang diambil dari perusahaan media di Australia diperlukan untuk mengatasi ketidakseimbangan kekuatan tawar-menawar yang mendasar antara perusahaan media dengan platform digital seperti Facebook dan Google.

Baca: Australia akan Paksa Facebook dan Google Bayar Konten Berita

Pengakuan Pelatih Brisbane Roar Usai Rafael Struick Cetak Gol, Di Timnas Indonesia Dia...

Jika Google menolak mematuhi aturan tersebut maka dikenai denda hingga 10 persen dari omzet untuk setiap pelanggaran hukum. Hal itu juga menegaskan kembali bahwa permintaan konten berita menyumbang lebih dari 1 persen dari total permintaan pencarian di Australia.

Namun, Google melihat aturan tersebut tidak adil karena mengabaikan nilai-nilai kebebasan berbisnis yang mereka berikan kepada penerbit konten berita. "Ini jelas sangat tidak masuk akal," demikian menurut keterangan resmi Google, seperti dikutip dari situs ZDNet, Senin, 24 Agustus 2020.

Gemini dari Google, AI Pintar yang Pahami Bahasa Gaul dan Bikin Pencarian Lebih Mudah

Google mengatakan aturan baru itu juga mengharuskan mereka untuk melapor dan memberikan penjelasan khusus kepada perusahaan media. Hal ini, menurut Google lagi, secara dramatis memperburuk layanan bagi para pengguna mereka.

"Jika kami diminta untuk memberikan saran khusus kepada mereka (perusahaan media) tentang cara mendapatkan peringkat yang lebih tinggi, maka mereka dapat memainkan sistem dengan mengorbankan pemilik situs web, bisnis, dan pembuat konten lainnya. Meskipun hal itu tidak memberikan hasil yang terbaik," jelas Google.

"Jika kami ingin menjaga algoritma supaya tetap adil untuk semua orang. Kami juga harus berhenti membuat perubahan apapun di Australia. Hal ini akan membuat pengalaman penelusuran dan penggunaan YouTube di sini menjadi jauh lebih buruk," lanjutnya.

Aturan yang kini masih dalam bentuk draf undang-undang (UU) baru tersebut mendesak platform digital untuk memberikan pemberitahuan 28 hari kepada perusahaan media tentang perubahan algoritma yang kemungkinan besar akan memengaruhi lalu lintas rujukan ke konten berita.

Perubahan algoritma yang dirancang Google bertujuan untuk memengaruhi peringkat berita di balik paywall, dan perubahan substansial apapun pada tampilan dan penyajian konten berita dan iklan yang berhubungan langsung dengan berita terkait. Pengajuan draf UU ke KPPU Australia maksimal pada Jumat, 28 Agustus 2020.

Google dan Facebook telah bersengketa dengan banyak penerbit dan kantor media selama bertahun-tahun lantaran kerap menampilkan konten berita tanpa membayar kompensasi atau royalti.

Para penerbit dan kantor media telah berupaya mendesak kedua perusahaan itu membayar royalti kepada mereka. Sejumlah pengamat teknologi menganggap Facebook dan Google menjadi dua perusahaan yang mendominasi bisnis periklanan online, sehingga membuat penerbit berita terikat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya