Penyakit ini Sama Gawatnya dengan COVID-19
- dw
Saya pun mengalaminya, bukan hanya terbilang sekali-dua kali. Tak cuma yang terbuka mengomentari cuitan saya, tapi juga yang tanpa segan menyelinap ke pesan pribadi dan tanpa enggan melontarkan makian karena berbeda pandangan. Kekerasan verbal ini pun kerap melebar menjadi pelecehan seksual.
Saat perempuan melontarkan pendapat yang secara keras tidak disepakati oleh pihak lain, ia pun rentan mengalami pelecehan seksual.
Ia disudutkan menampilkan citra diri yang kurang santun baik dalam berpakaian atau pun berkata-kata meskipun tak ada hubungannya dengan opini yang dilontarkan. Cacian seperti “Dasar lonte, perempuan murahan lihat saja caranya berpakaian” menjadi sebuah kenormalan, bahkan dirayakan dengan sorak-sorai oleh pihak yang kebetulan sepaham.
Bagaimana menghadapinya?
Dunia maya dalam ruang media sosial yang dengan gampang mendekatkan manusia juga tempat yang dengan gampang ‘membunuh’ manusia lain.
Saat bertikai karena perbedaan pendapat, emosi pun dilibatkan. Normalisasi kekerasan verbal, baik dalam rumah tangga maupun dalam dunia maya membahayakan.
Selain kontra produktif, efek kekerasan verbal bisa mematikan. Daya tahan seseorang dalam menghadapi kekerasan verbal beragam.
Ada yang bisa dengan enteng menafikan kekejian dalam setiap kekerasan verbal yang dialaminya, ada yang merana hingga depresi dan merasa dirinya tak berarti. Pada titik terendah bisa berakibat fatal.