Ilmuwan Ungkap Proses Terjadinya Kiamat
- Unsplash
VIVA – Ilmuwan sedang menyelidiki bagaimana alam semesta akan mati, atau kiamat dalam istilah agama, hingga terjadi kegelapan yang amat pekat di seluruh kosmos. Mereka mengklaim jika alam semesta terbentuk dari ledakan yang maha dahsyat atau Big Bang pada 14 miliar tahun silam. Akan tetapi waktu kematiannya tidak akan sama seperti saat 'lahir'.
Para ilmuwan mempelajari 'lahir dan matinya' alam semesta melalui Termodinamika. Yaitu, studi tentang panas dan energi serta bagaimana pengaruhnya terhadap satu sama lain. Hukum pertama dari Termodinamika ini adalah energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan. Hanya dipindah dan diubah menjadi jenis yang berbeda.
Tapi, pada hukum kedua, ilmuwan sudah mendapat wawasan tentang akhir dari alam semesta yang dingin dan sepi. Penjelasan paling sederhana dari hukum kedua Termodinamika ini bahwa panas secara alami akan berpindah ke tempat yang lebih dingin ketika kedua entitas bersentuhan.
Namun demikian hal ini tidak akan pernah bisa dilakukan dengan efisiensi 100 persen. Properti atau perantara di balik transfer ini disebut Entropi, yang pada dasarnya menentukan urutan molekul yang menyusun sesuatu.
Misalnya, molekul air dalam es batu akan memiliki lebih banyak urutan daripada jumlah molekul yang sama dalam air sebagai gas. Artinya, panas dan energi molekul telah tersebar saat mereka berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain.
Saat alam semesta mati, satu-satunya yang tersisa adalah bintang katai hitam - sekumpulan dari bintang yang mati - dan lubang hitam (black hole), tanpa energi yang tersisa sedikit pun. Lalu, saat bintang mati dan lubang hitam mulai punah, para ilmuwan hanya bisa bilang akan ada 'kembang api diam' di seluruh alam semesta sampai padam.
“Ini (alam semesta) akan menjadi tempat yang menyedihkan, sepi dan dingin. Sebagian besar alam semesta akan menjadi lubang hitam dan bintang yang terbakar," kata fisikawan teoritis dari Illinois State University, Matt Caplan, seperti dikutip dari situs Express, Jumat, 14 Agustus 2020.
Seperti bintang katai putih, Caplan bilang jika bintang katai hitam sebagian besar terdiri dari elemen ringan seperti karbon dan oksigen dan berukuran sebesar Bumi tetapi memiliki massa yang sama dengan Matahari.
"Bintang bersinar karena fusi termonuklir. Mereka cukup panas untuk menghancurkan inti kecil secara bersama-sama untuk membuat inti yang lebih besar yang melepaskan energi," ungkapnya.
Katai putih adalah abu. Mereka terbakar tapi reaksi fusi masih bisa terjadi karena penerowongan kuantum (quantum tunnelling). Hanya saja jauh lebih lambat. "Sulit membayangkan apapun yang terjadi setelahnya. Supernova hitam yang kecil-kecil mungkin menjadi hal menarik terakhir yang terjadi di alam semesta," jelas dia.