Dianggap Jadi Mata-mata Pemerintah China, Begini Respons TikTok
- U-Report
VIVA – Platform video pendek TikTok kini menjadi populer, terutama di kalangan milenial. Meski demikian, aplikasi ini dianggap sebagai alat mata-mata pemerintah China. Bahkan beberapa negara telah menyerukan pemblokiran pada aplikasi ini.
Dari situs Tech in Asia, Sabtu, 11 Juli 2020, atas kabar miring tersebut para eksekutif TikTok tengah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk membentuk dewan manajemen baru dan mendirikan kantor pusat untuk aplikasi di luar China.
Juru bicara perusahaan mengatakan, TikTok memang mempertimbangkan untuk mengubah struktur perusahaan, tapi untuk rencana spesifiknya tidak diungkapkan. Ia mengatakan akan bergerak maju untuk kepentingan pengguna, karyawan, artis, kreator, mitra dan pembuat kebijakan.
Mereka mempertimbangkan beberapa lokasi untuk kantor global. Menurut sebuah laporan, lima lokasi itu akan berada di New York, London, Dublin, Singapura dan Los Angeles, tempat di mana CEO Kevin Mayer berada.
Baca juga: Pegawai Outsourcingnya Ditangkap, Muncul #BoikotTelkomsel di Twitter
Di masa pandemi virus corona COVID-19, TikTok mengalami peningkatan jumlah unduhan. Menurut Sensor Tower, aplikasi diunduh dua miliar kali pada April lalu, kira-kira ada 315 juta unduhan pada kuartal pertama 2020.
Namun pertumbuhan ini ternyata telah menjadikan mereka pusat perhatian keamanan. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo baru-baru ini mengatakan pemerintah ingin memblokir TikTok karena alasan spionase dan kemungkinan menyebarkan propaganda pada penggunanya.
Mereka juga jadi satu diantara 59 aplikasi yang dilarang di India. Pemerintah di Bollywood mengklaim aplikasi telah mencuri dan mentransmisikan data pengguna ke suatu lokasi di luar negara.
Dalam pembelaannya, TikTok mengaku tidak menyimpan informasi pengguna di tanah kelahirannya. Perusahaan juga mengklaim akan tegas menolak permintaan pemerintah untuk menyensor konten atau mengakses data penggunanya jika situasi tersebut benar terjadi.