TikTok Mau Dibreidel

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo.
Sumber :
  • New York Post

VIVA – Aplikasi video pendek asal China, TikTok, mau dibreidel Amerika Serikat (AS). Washington seperti sudah mempertimbangkan masak-masak untuk memblokir TikTok dengan dalih sebagai alat spionase China.

Sosialisasi Jasa Pengamanan Polri

"Saya sangat khawatir kalau TikTok jadi alat mata-mata dan propaganda China," kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, seperti dikutip dari TechCrunch, Rabu, 8 Juli 2020.

Sebelum dibidik AS untuk diblokir, TikTok sudah dilarang dipakai di India gara-gara konflik berdarah di perbatasan Pegunungan Himalaya.

Intelijen Amerika: Rusia Tidak Mungkin Lancarkan Serangan Nuklir!

TikTok diketahui masuk ke dalam 10 besar platform yang paling diminati di Google Play Store maupun Apple App Store. TikTok merupakan aplikasi milik Bytedance, startup paling bernilai di dunia asal China.

TikTok beroperasi di luar China Daratan. Di negara asalnya aplikasi ini bernama Douyin, serta telah diunduh lebih dari 2 miliar kali.

Perempuan sebagai Pelopor Inovasi Teknologi dan Kecanggihan AI, Wamen Dikti Saintek Tegaskan Tak Ada Perbedaan Gender

Jika benar pemblokiran itu dilakukan, maka TikTok menjadi perusahaan teknologi China berikutnya yang dimusuhi Amerika.

Sebelumnya, Federal Communications Commision atau FCC melaporkan jika Huawei dan ZTE sebagai ancaman keamanan nasional AS.

Ketua FCC Ajit Pai mengklaim ada banyak bukti yang merujuk kepada Huawei dan ZTE sebagai ancaman keamanan nasional untuk jaringan komunikasi dan teknologi masa depan 5G di negaranya.

Menurut Pai, kedua perusahaan teknologi itu terbukti memiliki hubungan akrab dengan Partai Komunis dan Angkatan Bersenjata Rakyat China.

Keduanya pun disebut-sebut tunduk pada hukum negara asalnya untuk bekerja sama dengan Badan Intelijen China (MSS).

Sebelum resmi menjadi ancaman keamanan nasional Amerika, Huawei dan ZTE sudah dimasukkan ke dalam daftar hitam atau entity list. Artinya, seluruh perusahaan dan operator telekomunikasi AS juga diblokir akses dana layanan universal milik pemerintah senilai US$8,3 miliar (Rp118 triliun) untuk membeli peralatan dari dua perusahaan itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya