WFH Dituding Jadi Biang Keladi Bocornya Data Negara

Ilustrasi kerja dari rumah (work from home).
Sumber :
  • PK HYPE

VIVA – Kejadian penjualan 230 ribu database pasien Covid-19 yang ada di Indonesia, menurut Pakar Keamanan Siber dari CISSRec, Pratama Prasadha harus jadi prioritas negara.

Israel Tahan 270 Anak Palestina dengan Kondisi Memprihatinkan, Menurut Komisi Urusan Tahanan

"Memang sebaiknya ini menjadi prioritas negara, bila tidak maka peristiwa peretasan akan semakin menghiasi pemberitaan nasional setiap harinya. Tentu hal ini tidak diinginkan," kata Pratama kepada VIVA Tekno, Minggu, 21 Juni 2020.

Dia menuturkan, informasi kebocoran data ini menambah panjang serangan siber yang ada di Indonesia. Pratama menjelaskan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebelumnya telah merilis serangan siber di kuartal pertama 2020 meningkat belasan kali lipat dibanding tahun lalu.

Putin Tandatangani Revisi Doktrin Nuklir Rusia, Tak Lagi sebagai “Upaya Terakhir”

Lalu, adanya kebijakan Work From Home untuk menghindari Covid-19 menambah risiko terkena serangan siber ke sistem perusahaan hingga pemerintah.

"Karena, adanya risiko mengakses internet dengan jaringan dan perangkat tidak aman dari rumah. Hal ini nampak jelas belum menjadi perhatian negara, dan juga umumnya sektor swasta di Indonesia," ungkapnya.

Balas Dendam, Hizbullah Tembakan Ratusan Rudal ke Wilayah Israel

Pratama menambahkan, salah satu tugas BSSN adalah membangun ekosistem bersama komunitas keamanan siber. Karena lembaga itu masih relatif baru, menurutnya kerja sama antar lembaga masih sangat dibutuhkan.

Ilustrasi ruang server

Dia juga menyebutkan, masalah utama yang dihadapi adalah keamanan siber belum jadi budaya birokrasi. Padahal, Presiden Jokowi sejak kabinet pertama menekankan pentingnya adanya e-Governance.

"Artinya, kemudahaan akses digital harus diikuti oleh penguatan sistem keamanan sibernya," tuturnya.

Dia menekankan, negara harus membangun kesadaran keamanan siber sejak dini lewat pendidikan. Selain itu, pada level pengambil kebijakan juga harus ada perubahan paradigma serta postur anggaran penguatan seluruh aspek yang masuk ke ranah siber.

"Karena, ini perubahan dan penguatan harus sistematis, tidak hanya oleh satu dua lembaga saja," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya