DPR Tunda Bahas RUU Perlindungan Data, Kominfo Maunya Tancap Gas
- VIVA/ Novina Bestari Putri
VIVA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ingin mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), agar dapat mendorong sektor perdagangan elektronik (e-commerce) di tengah pandemi Virus Corona COVID-19. Seperti diketahui, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan RUU PDP karena adanya wabah tersebut.
Padahal, RUU Perlindungan Data Pribadi sudah ada di meja DPR sejak 25 Februari 2020. "Kami berupaya mempercepat rancangan RUU PDP. Karena, saat ini kami membutuhkan aturan tersebut," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, melalui situs resmi Kominfo, Jumat, 12 Juni 2020.
Ia melanjutkan bahwa aturan itu menjadi payung hukum untuk pelaksanaan sejumlah kegiatan digital di dunia maya. Mulai dari perdagangan hingga hiburan, sehingga pengguna internet merasa terjamin keamanannya dari ancaman serangan siber.
"RUU PDP adalah payung hukum bagi pengguna internet," tegas Semuel. Awalnya, ia menargetkan RUU PDP segera rampung pada Agustus 2020. Namun, karena adanya pandemi maka ditunda penyelesaian tetapi diupayakan akhir 2020 sudah menjadi UU.
"Ada pandemi jadi pembahasannya tertunda. Kami terus upayakan selesai pada tahun ini," tutur Semuel. Sebelumnya, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan, mengakui pembahasan RUU PDP tertunda akibat Virus Corona.
"Harusnya 10 hari ke depan kami melakukan pembahasan berupa konsinyering. Tapi masalahnya sejak tanggal 28 Februari itu langsung menghadapi masalah dengan program kerja kita. Sebab, salah satu tugas kita kan melakukan pengawasan dan perlindungan warga negara serta badan hukum Indonesia di luar negeri. Krisis COVID-19 sudah melanda hampir seluruh negara jadi kita lagi sibuk banget fokus ke situ," kata dia.
Farhan juga mengakui jika beberapa masalah yang dihadapi saat ini menjadi alasan urgensi pembuatan aturan perlindungan data pribadi. Dua masalah menyangkut data konsumen Tokopedia dan DPT dari KPU yang kabarnya diperjualbelikan di situs dark web. Dua masalah itu, menurut Farhan, sebenarnya memiliki indikasi pidana.
Namun sayangnya hukum pidana untuk mengaturnya belum ada. Hal itulah alasan RUU PDP sangat penting. Farhan menjanjikan akan mengusahkan agar delapan fraksi partai lain bisa memasukkan daftar infentarisasi tersebut secepatnya.
"Insya Allah pada tanggal 14 Juni, sebelum membuka masa sidang berikutnya, kami akan memaksa Badan Musyawarah dan Badan Legislasi untuk kemudian memberikan tanda kutip 'paksaan' kepada 8 fraksi lain untuk segera memasukkan daftar infentarisasi masalah dari RUU PDP ini," klaim Farhan.