Badan Intelijen Curigai China Sejak Awal Pandemi COVID-19
- Washington Examiner
VIVA – Badan Intelijen Dalam Negeri Inggris atau MI5 mencurigai aksi China terhadap negaranya. Mereka mengingatkan peretas atau hacker mengincar Layanan Kesehatan Nasional atau National Health Service (NHS). Bahkan, upaya peretasan telah dilakukan berulang kali yang menargetkan NHS sejak awal pandemi COVID-19.
"Faktanya adalah kita melihat serangan hacker pada infrastruktur kesehatan. Kami juga tahu bahwa apakah itu negara (lain) atau (kelompok) kriminal. Mereka mengejar hal-hal sensitif," kata Director of Government Communications Headquarters, Jeremy Fleming, seperti dikutip dari situs Engadget, Senin, 8 Juni 2020.
Saat ini MI5 memprioritaskan melindungi sektor kesehatan, khususnya yang terkait dengan vaksin COVID-19. Menurutnya jika peretas mengincar keretanan mendasar seperti memberikan umpan membuat orang mengklik hal yang salah. Pelaku kejahatan siber itu mengincari mendapatkan data seperti kata sandi.
Meski begitu Fleming tidak secara gamblang menjelaskan siapa para pelaku peretasan ini. Namun, menurut sebuah sumber indikasi kuat diarahkan kepada China yang ikut campur dalam kegiatan peretasan ini, demikian dikutip dari laman The Guardian.
Hal ini memperkuat pernyataan Fleming sebelumnya yang menggambarkan China sebagai musuh intelijen negaranya dalam sebuah wawancara. Ia mengatakan jika Inggris sedang menavigasi hubungan yang kompleks dengan negeri Tirai Bambu itu.
"Jelas dan tegas bahwa kami memandang China sebagai musuh intelijen. Kami melihat mereka sebagai mitra ekonomi, kami bekerja dengan mereka untuk sejumlah area, kami berkompetisi dengan mereka di area lain," jelasnya.
Badan Intelijen Dalam Negeri Inggris atau MI5 telah mengingatkan dan mendesak pemerintah untuk meninjau kembali hubungan yang erat dengan China. Mereka beralasan bahwa Inggris perlu mengurangi ketergantungannya terhadap teknologi dan pasokan medis dari negeri Xi Jinping itu.
Sebelumnya, Inggris membuat keputusan tegas untuk melibatkan raksasa teknologi China, Huawei, dalam pembangunan jaringan telekomunikasi generasi kelima (teknologi 5G). Dengan demikian, negeri Ratu Elizebeth II ini tidak menuruti permintaan sekutu abadinya, Amerika Serikat (AS), yang mengajak Eropa boikot produk China.
Pada Januari 2020, Inggris sebenarnya telah mengizinkan Huawei berperan dalam pengembangan teknologi 5G di luar jaringan inti dan membatasi keterlibatan mereka, yaitu maksimal 35 persen.
"Kami tetap melanjutkan investasi tetapi dengan syarat yang sangat ketat. Ini sudah menjadi keputusan tegas dan tidak bisa ditinjau ulang kembali," kata Pejabat Tinggi di Kementerian Luar Negeri Inggris, Simon McDonald, dikutip dari situs The New York Times.