UU Telekomunikasi Tak Direvisi, Teknologi 5G Sulit Diimplementasi

Ilustrasi teknologi 5G.
Sumber :
  • Microwaves & RF

VIVA – Dari total luas pemukiman di Indonesia yang mencapai lebih dari 44,6 juta kilometer persegi, cakupan sinyal 4G sudah mencapai 43,5 kilometer persegi atau 97,51 persen, sedangkan cakupan sinyal 3G sudah mencapai 43 kilometer persegi atau mencapai 96,34 persen. Sementara cakupan sinyal 2G mencapai 99 persen atau 44,23 kilometer persegi.

Telkomsel Dominasi Pengalaman 5G di Indonesia

Berdasarkan data tersebut, menurut Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, adalah wajar jika network dan spectrum sharing idealnya hanya diimplementasikan pada teknologi baru.

Baca: Soal 5G, Inggris Dukung China Tolak Amerika

Duet Indosat dan Nokia Perluas 5G di Wilayah Terpencil

Dengan demikian tidak diperlukan lagi untuk teknologi 2G, 3G, dan 4G yang cakupan sinyalnya telah hampir mencapai 100 persen wilayah tempat masyarakat bermukim. Ia mengaku tujuannya tidak lain adalah guna mendukung program strategis nasional pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan investasi di dalam negeri.

Desakan untuk mengubah Undang-Undang (UU) Telekomunikasi agar mendukung program strategis nasional sudah semakin banyak. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, memasukkan revisi UU Telekomunikasi ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang saat ini sedang dibahas pemerintah bersama Badan Legislasi DPR.

Gaspol 5G di Jadebotabek

“Kalau revisi UU Telekomunikasi membutuhkan waktu yang lama, maka RUU Cipta Kerja jadi salah satu cara untuk mempercepat perbaikan regulasi. Usia UU Telekomunikasi sudah lebih dari 20 tahun, sedangkan network dan spectrum sharing diperlukan untuk mendukung teknologi yang akan masuk ke Indonesia," kata Heru, dalam diskusi webinar sektor telekomumikasi, Jumat, 5 Juni 2020.

Ia melanjutkan, penyebabnya adalah untuk implementasi 5G diperlukan alokasi spektrum frekuensi minimal 100 MHz per operator. "Nah, kalau tidak sharing maka kita akan kesulitan mengembangkan teknologi itu," tuturnya.

Pada prinsipnya, network dan spectrum sharing bisa dipergunakan di seluruh perangkat telekomunikasi yang ada, termasuk internet of things (IoT). Namun, supaya bisa mendukung program strategis nasional dan meningkatkan investasi, Heru memandang sangat tepat jika keduanya diterapkan di teknologi baru yang akan masuk ke Indonesia.

"Ya, seperti 5G. Kebutuhan network dan spectrum sharing adalah untuk teknologi baru. Harusnya bisa diimplementasikan di 5G,” jelas mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indra Maulana, mengaku sepakat apa yang disampaikan Heru Sutadi.

Ia mengaku bahwa saat ini cakupan layanan telekomunikasi di Indonesia sudah sangat luas dan tersebar hampir di seluruh wilayah di mana masyarakat bermukim.

"Dengan network dan spectrum sharing yang diimplementasikan di 5G, tentu tujuannya untuk mendatangkan investasi baru ke Indonesia dan mendukung program percepatan ekonomi," ungkap Indra.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya