Mengapa Rokok Selalu Dikaitkan Sama COVID-19
- dw
VIVA – Para ilmuwan dari Cold Spring Harbor Laboratory, New York, Amerika Serikat (AS) melakukan penelitian mengenai apakah seorang perokok memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi terinfeksi wabah Virus Corona COVID-19.
Ahli Genetika Kanker Jason Sheltzer melihat ekspresi Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2), protein yang mengikat COVID-19 dan bisa menjadi jalan Virus Corona baru menuju sel. Pada manusia, paru-paru bertindak sebagai salah satu lokasi utama produksi ACE2.
"Kami menemukan bahwa merokok menyebabkan peningkatan signifikan dalam ekspresi ACE2, yaitu protein yang digunakan COVID-19 untuk memasuk ke sel manusia," ungkapnya, seperti dikutip dari situs Medical News Today, Jumat, 29 Mei 2020.
Penelitian menunjukkan bahwa merokok dalam waktu lama dapat menyebabkan peningkatan ACE2 di paru-paru dan mungkin menghasilkan tingkat kesakitan atau morbiditas yang lebih tinggi terhadap pasien COVID-19.
"Bukti dari percobaan tikus menunjukkan bahwa kadar ACE2 yang lebih tinggi membuat tikus lebih rentan terinfeksi Virus Corona sehingga mereka mati lebih cepat," tutur dia.
Untuk menilai dampak langsung merokok terhadap ekspresi ACE2 di paru-paru, Sheltzer lalu membandingkan ekspresi gen ACE2 dari jaringan epitel paru-paru orang yang merokok secara teratur dengan mereka yang tidak pernah merokok.
"Kami menemukan bahwa merokok menyebabkan peningkatan signifikan dalam ekspresi ACE2," paparnya. Penelitian itu mencatat bahwa perokok menghasilkan 30 hingga 55 persen lebih banyak ACE2 daripada mereka yang tidak merokok.
Seakan memperkuat, Direktur Institute of Clinical and Translational Research di Baylor College of Medicine, AS, Christopher I Amos, melaporkan ada peningkatan 25 persen dalam ekspresi ACE2 dalam jaringan paru-paru milik orang yang merokok sedikitnya 100 batang selama hidup mereka jika dibandingkan bukan perokok.
Ia bersama peneliti lainnya juga menemukan bahwa merokok mengubah ekspresi gen sel di paru-paru sehingga gen ACE2 lebih tinggi diekspresikan dalam sel piala, yaitu sel yang mengeluarkan lendir untuk melindungi selaput pembungkus organ paru-paru.
"Efek merokok yang signifikan pada ekspresi paru ACE2 yang diidentifikasi dalam penelitian ini menunjukkan tidak hanya peningkatan titik masuk untuk virus seperti COVID-19, tetapi juga dapat menunjukkan peningkatan risiko masuknya virus ke paru-paru perokok," kata Amos, seperti dikutip dari Science Daily.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Nusa Tenggara Barat, Sahmihudin, membantah keras anggapan yang menyebut rokok bisa memperparah penularan penyakit yang disebabkan COVID-19. Ia justru menegaskan bahwa asap rokok dapat mematikan Virus Corona yang ada di dalam tenggorokan.
Larang junk dan fast food
Menurutnya, sudah ada penelitian di Prancis yang menyebut asap rokok justru menghambat penyebaran pandemi mematikan tersebut ke dalam tubuh manusia. "Kalau mau dilarang, ya, harusnya penjualan dan produksi junk food dan fast food di Indonesia dong," tegas Sahmihudin.
Karena, ia melanjutkan, berdasarkan penelitian pakar kesehatan sudah jelas bahwa jenis makanan ini menyebabkan penyakit jantung, diabetes, dan penyakit yang disebabkan oleh kelebihan berat badan.
"Itu (junk food dan fast food) sangat membahayakan kesehatan. Kalau rokok, jelas-jelas orang yang merokok itu banyak yang panjang umur. Sementara yang tidak merokok juga banyak yang pendek umurnya. Jadi belum bisa dibuktikan secara ilmiah kalau merokok bikin umur pendek atau rentan terinfeksi COVID-19," ungkap Sahmihudin.
Ia juga melaporkan saat ini ada ratusan ribu tenaga kerja yang terlibat di perkebunan tembakau, ditambah ratusan ribu hingga jutaan tenaga kerja yang terlibat di sektor industri rokok dan industri turunannya. Lebih lanjut Sahmihudin menjelaskan, selain padat karya, industri tembakau juga menyerap modal yang tinggi.
Asal tahu saja, biaya yang diperlukan untuk membayar buruh tani tembakau dan pengolahannya sehingga hasil perkebunan petani tembakau dapat diserap oleh industri rokok dalam satu tahun mencapai Rp800 miliar hingga Rp1,2 triliun. Adapun, dari 110 ribu ton hasil tembakau yang terserap sekitar 50 ribu ton tembakau, dan sisanya diserap lewat harga di bawah pasar.