Dua Sisi Aturan PSBB: Ada yang Mengeluh, Ada juga Mengkritisi
- ANTARA FOTO/Didik Suhartono
VIVA – Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah ternyata memiliki dua sisi. Ada yang mengeluh, ada juga mengkritisi. Keluhan datang dari operator telekomunikasi lantaran harus bekerja di lapangan untuk menjaga jaringan tetap stabil. Sedangkan kritik berasal dari Ombudsman RI soal kegiatan belajar dari rumah.
Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys menuturkan, pelaksanaan kegiatan di rumah membuat penggunaan internet di daerah pemukiman meningkat 10 hingga 15 persen. Menurutnya, seluruh operator telekomunikasi berusaha melakukan peningkatan kualitas layanan namun masih terkendala saat berada di lapangan.
"Kami melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi trafik data yang tiba-tiba melonjak. Tapi masih banyak kendala lapangan, terutama saat PSBB. Kami sudah dibekali surat macam-macam tapi tetap saja aparat pengawasan PSBB wilayah atau daerah melarang kami. Itu baru satu contoh," kata Merza, Jumat, 22 Mei 2020.
Cerita yang sama juga diungkapkan oleh Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi. Menurutnya, BRTI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membantu operator telekomunikasi untuk tetap bisa bekerja di lapangan agar layanan tetap terjaga.
Akan tetapi, mobilisasi untuk melakukan pemeliharaan jaringan harus terkendala karena aturan PSBB itu untuk menekan penyebaran COVID-19. "Misalnya, ada operator yang akan melakukan perbaikan dari Jakarta menuju ke Bogor atau Bandung atau Jawa Tengah ternyata ada beberapa operator yang tidak boleh melakukan perjalanan dan harus kembali ke Jakarta. Meski mereka bawa surat tugas," jelas dia.
Sementara itu, Komisioner Ombudsman RI, Alvin Lie, mempertanyakan apakah guru dan murid memiliki akses kuota dan bandwidth untuk melaksanakan belajar dari rumah saat PSBB.
Apabila work from home (wfh) bisa mendapatkan subsidi dari berbagai pihak, Alvin kembali mempertanyakan bagaimana dengan anak-anak sekolah yang menggunakan internet saat belajar.
"Kalau work from home bisa disubsidi, maka belajar dari rumah ini anak-anak bagaimana? Mengenai internet seluler ini masih masalah ya? Bagaimana konsumen itu menghitung atau mengukur konsumsi kuota," tutur dia.
Menurutnya konsumen perlu tahu menghitung atau mengukur konsumsi kuota. Alvin mencontohkan beberapa pengguna prabayar bisa menggunakan puluhan giga dan bisa habis dalam waktu singkat atau tagihan pascabayar yang menjadi membengkak.
Soal bandwidth, Alvin mengatakan perlu diberi standard jika aksesnya melambat serta harus ada jaminan soal kelancaran sinyal. "Bandwidthnya gimana, sinyalnya mentok, akses lamban. Selain itu paket juga masih sangat rumit. Paket siang atau malam. Paket tengah malam perlu disederhanakan kenapa harus sedemikian rumit," jelasnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan apakah pihak murid dan guru memiliki peralatan untuk melaksanakan belajar dari rumah. "Tentunya ini psikologis cara berkomunikasi juga berbeda dari dalam kelas. Materinya juga apakah sudah dibekali membuat materi yang baik cara membuat slide power point yang efektif untuk belajar," ungkap Komisioner Ombudsman RI, Alvin Lie.