WhatsApp China Dituduh Mata-mata, Telegram Setop Jualan Uang Kripto
- Jing Daily
VIVA – WeChat, WhatsApp versi China, dituduh menjadi mata-mata penggunanya di luar negara itu. Sedangkan media sosial besutan Pavel Durov, Telegram, memutuskan untuk menghentikan jualan uang kripto bernama Gram.
Mengutip situs CBC, Kamis, 14 Mei 2020, tuduhan mata-mata WeChat ke pengguna ini berasal dari penelitian terbaru dari Citizen Lab Universitas Toronto, Kanada, yang menunjukkan bahwa aplikasi pesan instan pesaing WhatsApp milik Facebook itu memantau pertukaran pesan milik pengguna dengan nomor telepon di luar China.
Lalu, pesan-pesan itu dimasukkan ke algoritma sensor guna membantu pembangunan basis datanya. Saat konten serupa dikirim ke akun yang diregistrasi di China, konten itu ditandai lalu disensor. Sementara konten di akun yang diregistrasi dengan nomor di luar China tak disensor.
Pemilik WeChat, Tencent, mengklaim sudah menerima laporan itu. "Berkenaan dengan hasil temuan yang menyebut kami terlibat dalam pengawasan konten pengguna internasional, kami bisa mengonfirmasi, seluruh konten para pengguna internasional WeChat bersifat pribadi," demikian keterangan resmi Tencent.
Tudingan yang dialamatkan ke WeChat juga pernah dialami oleh TikTok. Sementara itu, melansir situs TechCrunch, Telegram resmi menghentikan penjualan uang kripto Gram dan platform Blockchain TON atau Telegram Open Network.
Penghentian ini terjadi setelah Telegram berselisih lama dengan Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (United States Securities and Exchange Commission/SEC). "Uang kripto Gram dan platform TON resmi berakhir," ungkap Kepala Eksekutif Telegram, Pavel Durov.
Sebagai informasi, pada Oktober 2019, SEC memerintahkan Telegram menghentikan penjualan Gram, setelah gagal mendaftarkan penjualan awal senilai US$1,7 miliar sebelum jaringan itu diresmikan. Adapun TON dirancang untuk menawarkan Gram kepada siapa pun yang memiliki smartphone. Konsep ini mirip dengan proyek Libra Facebook.