Bill Gates Samakan Wabah COVID-19 dengan Perang Dunia II
- Instagram/@thisisbillgates
VIVA – Miliarder dan pendiri Microsoft, Bill Gates, membandingkan pandemi Virus Corona COVID-19 serupa dengan Perang Dunia II. Namun, ada dua hal yang membedakannya. Perang melawan wabah Corona dilakukan tanpa senjata dan semua pihak berada pada posisi serta kepentingan yang sama, yakni memberangus COVID-19.
Menurutnya, selama Perang Dunia II, sejumlah besar inovasi termasuk radar atau rudal serta pemecah kode sandi rahasia membantu mengakhiri perang lebih cepat. Begitu juga ketika negara dihadapkan pada pandemi Virus Corona. Meski begitu, Gates menyebutkan ada cara untuk memerangi pandemi COVID-19 global, yaitu melalui inovasi.
"Apapun itu. Mau inovasi untuk pengujian, perawatan, vaksin, dan kebijakan untuk membatasi penyebaran sambil meminimalkan kerusakan pada ekonomi dan kesejahteraan," ungkapnya dari blog resmi miliknya, Gatesnotes, seperti dikutip dari situs Daily Mail, Sabtu, 25 April 2020.
Ia lalu menjelaskan langkah yang perlu diambil oleh dunia untuk menghentikan transmisi pandemi COVID-19 dan memulihkan kondisi ekonomi global. Gates bilang, dunia mesti meningkatkan kualitas perawatan, vaksin, pengujian, dan pelacakan kontak. Lebih lanjut, negara-negara di Bumi perlu meninjau kebijakan untuk memulihkan ekonomi global.
Sebelumnya, Gates digempur habis-habisan lantaran dikaitkan dengan teori konspirasi. Teori-teori tersebut mengungkapkan bahwa Bill Gates adalah dalang di balik wabah Corona yang tengah menjadi pandemi di Bumi.
Teori konspirasi tersebut bahkan menyebar di media sosial dan layanan video streaming. Sejumlah teori konspirasi meragukan langkah yang diambil Bill Gates untuk mengembangkan vaksin Virus Corona.
Sebuah teori konspirasi mengklaim bahwa Gates ingin menggunakan vaksin tersebut untuk mengurangi populasi dunia dan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Seperti pada awal bulan ini, di mana terdapat petisi untuk menyelidiki Bill Gates dalam kasus dugaan kejahatan kemanusiaan dan malpraktik medis.
Petisi tersebut, dilansir dari Class FM Online, telah memperoleh 289 ribu tanda tangan. Bahkan, jumlah tersebut hampir tiga kali lipat dari jumlah yang dibutuhkan untuk mendapatkan tanggapan dari Gedung Putih di Amerika Serikat (AS).