Bulan Depan PNS Digaji Pakai Uang Digital
VIVA – Mulai bulan depan atau Mei mendatang, pegawai negeri sipil (PNS) di China digaji pakai uang digital renminbi atau yuan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral China. Info ini diungkapkan oleh China Star Market (CSM), seperti dikutip dari situs Decrypt, Senin, 20 April 2020.
Langkah ini sebagai penegasan bahwa negeri Tirai Bambu itu benar-benar telah membuat uang digital menggunakan Blockchain dalam sistem yang disebut DC/EP (Digital Currency Electronic Payment).
Laporan CSM menyebut bahwa setengah dari tunjangan transportasi PNS mulai bulan depan bakal dibayarkan menggunakan yuan digital. Nantinya, para PNS ini akan menerima gaji menggunakan aplikasi mobile banking biasa yang nilai uangnya bukan berwujud mata uang digital, melainkan bentuk uang elektronik bukan Blockchain.
Sebagai pilot project, kebijakan ini bakal mulai diterapkan bagi para PNS di kota Suzhou, Provinsi Jiangsu. Bank Sentral China lalu menunjuk empat lembaga keuangan milik pemerintah sebagai bank pembayaran gaji lewat digital tersebut.
Keempatnya yaitu Bank of China (BoC), the Agricultural Bank of China (ABC), the Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), dan the China Construction Bank (CCB).
Supaya program pilot project ini berjalan lancar, keempat bank tersebut diwajibkan menandatangani perjanjian distribusi mata uang digital dengan tenggat maksimal sebelum akhie bulan ini.
"Seperti yang kita pahami, proyek DCEP (digital currency/electronic payment) telah masuk dalam tahap berikutnya. Secara khusus, proses pengujiannya bakal melibatkan Bank Pertanian China (the Agricultural Bank of China/ABC) dan kami diberitahu akan ada empat wilayah untuk diuji coba," kata Kepala Eksekutif Sino Global Capital, Matthew Graham.
Ia lalu membandingkan capaian perkembangan uang digital dengan kondisi perkembangan terkini di Amerika Serikat (AS).
Menurut Graham, sudah saatnya bagi seluruh warga di dunia untuk menjadikan China sebagai salah satu kekuatan utama di segala bidang, khususnya dalam hal capaian teknologi. "Sudah tidak diragukan lagi bahwa China saat ini sedang berada di depan kurva," ungkapnya.