Logo BBC

Banyak Orang Pintar dan Terdidik Percaya Hoax COVID-19

Aksi Kampanye Anti Hoax di Jakarta beberapa waktu lalu.
Aksi Kampanye Anti Hoax di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

Orang mudah menyebarkan disinformasi karena tergoda oleh `suka` dan `retweet` di media sosial ketimbang memikirkan apakah mereka menyebar informasi yang akurat.
Getty Images
Orang mudah menyebarkan disinformasi karena tergoda oleh `suka` dan `retweet` di media sosial ketimbang memikirkan apakah mereka menyebar informasi yang akurat.

Menghentikan penyebaran

Memahami bahwa orang, bahkan yang pintar dan terdidik pun kerap kikir dalam menggunakan akal, bisa membantu kita untuk menghentikan misinformasi atau hoax.

Mengingat juga bahwa kebenaran bekerja saat pikiran kita mengalir dengan lancar, maka pihak yang berupaya menyanggah informasi harus menghindar cara penyajian yang rumit.

Fakta harus disajikan sesederhana mungkin dengan bantuan gambar dan grafis yang membuat ide lebih mudah divisualisasi.

Menurut Matthew Stanley dari Duke University, “kita butuh komunikasi dan strategi yang efektif untuk mengarah kepada orang-orang yang tak ingin merenung dan berpikir panjang.

Kampanye menyanggah mitos harus menghindari penyebutan mitos yang ingin dibantahnya. Pengulangan membuat mitos itu jadi semakin akrab, malah meningkatkan persepsi bahwa mitos benar adanya.

Terkait perilaku dengan media sosial, kita mungkin perlu mencoba untuk tidak terlibat secara emosional dengan unggahan yang kita lihat.

Lalu, mau berpikir tentang fakta dibalik unggahan itu sebelum ikut membagikannya. Apakah dasarnya omongan orang, atau ada dasar ilmiahnya? Bisakah faktanya ditarik hingga ke sumber awalnya? Dan seterusnya.