Banyak Orang Pintar dan Terdidik Percaya Hoax COVID-19
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
Disadari atau tidak, banyak orang pintar dan terdidik, termasuk pemimpin negara, percaya terhadap berita serta informasi palsu atau hoax seputar COVID-19. Sayangnya lagi, mereka ikut menyebarkan misinformasi soal wabah Corona ini.
Seperti diketahui, setiap krisis kesehatan selalu menghasilkan pandemi misinformasi atau hoax. Pada 1980-an hingga 2000-an, kita menyaksikan penyebaran informasi palsu mengenai AIDS.
Misalnya, virus HIV diciptakan di laboratorium pemerintah, atau teori bahwa HIV/AIDS bisa disembuhkan dengan susu kambing. Klaim-klaim ini meningkatkan perilaku berisiko dan memperburuk krisis.
Kini, kita juga melihat membanjirnya hoax seputar pandemi virus corona COVID-19. Mulai dari Facebook sampai pesan instan WhatsApp, kerap kita temukan informasi keliru mencakup soal penyebab wabah hingga cara pencegahan dari penyakit tersebut.
Hoax atau berita-berita palsu ini bisa membawa kerugiannya sendiri. Contohnya, ada laporan dari sebuah provinsi di Iran yang menyebut banyak orang meninggal setelah minum alkohol, berdasarkan klaim bahwa ini bisa melindungi diri dari COVID-19.
- Virus corona di Eropa: Epidemi atau `infodemi`?
- Karena banyak orang yang `terkurung` akibat Covid-19, bumi lebih sedikit bergetar
- Foto satelit NASA perlihatkan polusi di China `merosot drastis` di tengah wabah Covid-19
Berita palsu semacam ini bisa memberi perasaan aman palsu dan membuat kita abai pada panduan dari pemerintah, hingga mengikis kepercayaan terhadap petugas kesehatan. Ada bukti bahwa ide yang termaktub dalam berita palsu melekat di benak kita.
Sebuah survey dari YouGov dan The Economist edisi Maret 2020 memperlihatkan bahwa 13 persen orang Amerika percaya bahwa COVID-19 adalah hoax, sedangkan 49 persen percaya bahwa pandemi ini sesungguhnya buatan manusia. Satu hal lagi: banyak orang berpendidikan termasuk yang percaya hal-hal seperti itu.