Pemerintah Plin-plan Terapkan Teknologi 5G, Mampu Apa Enggak Sih?

Indonesia perlu benahi 5G.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Banyak pertimbangan, pemerintah dinilai plin-plan menerapkan teknologi 5G di Indonesia. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, mengaku tidak boleh terlalu cepat juga tidak boleh terlalu lambat. Waktunya harus tepat saat berada di pasaran.

Anggaran Makan Bergizi Gratis Jadi Rp 10.000 Per Anak, Prabowo Beberkan Itung-itungan Pemerintah

"Banyak risiko kalau kecepatan, terlalu lambat juga ada risikonya. Ini jadi hal yang krusial jadi perlu didiskusikan dengan baik," ujarnya di Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.

Teknologi 5G mulai diperkenalkan di Indonesia. Nantinya, teknologi berkomunikasi ini dipercaya akan memenuhi tuntutan terhadap komunikasi data yang serba cepat, lebih stabil, dan aman. Saat ini, berbagai perusahaan teknologi di dunia tengah bekerja sama dalam pengembangan, standarisasi, hingga uji coba teknologi 5G.

DPR Kaji Penundaan Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Teknologi ini tidak hanya menawarkan tingkat latensi yang sangat rendah, yaitu kurang dari 1 milidetik, dan kecepatan akses data yang tinggi dan konsisten atau kurang lebih 100 Plus Mbps di berbagai cakupan area.

Ismail melanjutkan bahwa terlalu cepat mengadopsi teknologi 5G bisa menghabiskan biaya padahal teknologinya masih dalam proses belajar. Belum lagi risiko dobel investasi jika diimplementasi terlalu cepat, sehingga mubazir karena belum siap dimonetisasi.

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

"Jadi, kita enggak mau didesak-desak, enggak mau lambat juga. Inginnya mari datang dengan perhitungan, kira-kira seperti apa," katanya. Contohnya saja seperti implementasi teknologi 5G di Korea Selatan.

Ismail mengaku kalau Korea Selatan kesulitan mendapat manfaat dari investasi yang telah digelontorkan. Wilayah Indonesia lebih luas dari negeri Ginseng, namun bisa dipastikan investasinya akan lebih besar.

Kemudian, contoh lainnya terjadi pada Thailand yang baru saja menyelesaikan lelang frekuensi dengan nominal sekitar Rp44 triliun. Menurut Ismail jika Indonesia melakukan lelang di kondisi saat ini harus memperhatikan keadaan operator seluler.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menjelaskan hal-hal teknis terkait teknologi 5G. Mulai dari standardisasi hingga spektrum harus tepat. Salah pilih akan menjadi beban bagi negara maupun operator seluler.

"Dalam adopsi teknologi ada tiga hal utama yang perlu dikedepankan, yaitu bisnis, teknis, dan regulasi. Untuk itu perlu didiskusikan dengan semua stakeholder soal pemanfaatan 5G, jangan sampai bingung untuk apa internet cepat," ungkap Heru.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya