Kenaikan Harga Bitcoin Seperti Efek Bola Salju
- Freepik
VIVA – Aset kripto Bitcoin akan mengalami kenaikan harga atau halving pada tahun ini. Hal tersebut terjadi setiap empat tahun sekali. Halving adalah proses memangkas biaya yang didapat trader dari proses menambang dengan mengurai algoritma matematika guna menghasilkan Bitcoin. Tujuan halving untuk menjaga inflasi.
Efek halving juga mengurangi pasokan Bitcoin yang masuk ke pasar, sehingga harganya bisa terdongkrak. "Kalau harganya naik, minat masyarakat untuk beli Bitcoin juga tinggi," kata Kepala Eksekutif Indodax, Oscar Darmawan kepada VIVA, Rabu, 26 Februari 2020.
Kendati demikian ia mengingatkan bahwa halving tidak langsung berdampak. Sebab, cara kerjanya seperti bola salju. Artinya, ketika pertengahan tahun ini terjadi halving maka dampak dari kenaikan harga Bitcoin akan terasa pada akhir tahun ini atau awal tahun depan.
"Ini pula yang terjadi pada tahun 2016. Faktor lain yang perlu disorot adalah fungsi dari Bitcoin sebagai safe haven assets class sebagaimana emas yang membuat pada saat terjadi suatu krisis menjadi komoditas paling dicari," tuturnya.
Karena memasuki masa halving, Oscar berharap harga Bitcoin bisa terdongkrak lebih tinggi pada akhir tahun ini. Sebagai gambaran, ia menyebut harga Bitcoin masih di bawah Rp100 juta di sepanjang tahun lalu.
Namun, pada awal tahun hingga sekarang harganya sudah di kisaran Rp130 juta. "Bitcoin mengikuti dolar AS tapi seaman emas untuk dijadikan safe haven assets, sehingga tidak berdampak besar jika terjadi krisis," ungkap dia.
Berdasarkan data Indodax, berikut nilai Bitcoin sejak 2012 hingga 2019. Pada 2012 sebesar US$4, 2013 mencapai US$65, 2014 melonjak US$200, 2015 sempat turun menjadi US$185, 2016 kembali melonjak US$365, 2017 terus naik US$780, 2018 menembus angka US$3.200, dan 2019 senilai US$3.360. Saat ini Indodax punya 60 jenis aset kripto dengan jumlah 1,9 juta pengguna yang mayoritas orang Indonesia.