ASN Harus Melek Teknologi, Negara Diatur dari Ruang Digital
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Transformasi digital sedang terjadi di berbagai lini. Mulai dari kehidupan sehari-hari di rumah hingga industri, sudah pasti enggak bisa terlepas dari digital dan teknologi. Indonesia membutuhkan banyak talenta atau sumber daya manusia yang tech savvy atau melek teknologi menuju transformasi digital.
Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun ini. Dibandingkan tahun sebelumnya, terdapat kenaikan sebesar 17 persen atau 25 juta pengguna internet di Tanah Air. Lalu, berdasarkan total populasi Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, artinya 64 persen penduduknya sudah merasakan akses ke dunia maya.
Persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis perangkat, di antaranya mobile phone (96 persen), smartphone (94 persen), non-smartphone mobile phone (21 persen), laptop atau komputer desktop (66 persen), tablet (23 persen), konsol game (16 persen), hingga virtual reality device (5,1 persen).
Dengan demikian, Indonesia diprediksi menjadi negara terdepan dalam hal penetrasi digital. Hal ini yang mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus berupaya untuk mengembangkan kompetensi sumber daya manusia aparatur sipil negara (SDM ASN) yang melek teknologi dan informasi.
Mendagri Tito Karnavian menyampaikan bahwa persaingan saat ini semakin kompetitif dan menantang. Untuk itu, perlu dilakukan sinkronisasi program yang diperlukan untuk mendukung visi dan misi pemerintah periode 2019-2024.
"Kita harus membuka seluas-luasnya kemajuan dan perkembangan informasi dan teknologi, tetapi tidak meninggalkan jati diri dan kearifan atau kedaulatan nasional (national sovereignty)," ujarnya di Jakarta.
Menurut Tito, dunia akan dihadapkan pada peradaban global tanpa batas teritori dan bersifat virtual. Oleh sebab itu, penetrasi arus deras globalisasi (hyper-globalization) dan teknologi informasi saat ini menuntut birokrasi Kemendagri harus siap menghadapi global governance.
Dalam persaingan antar negara, kata Tito, tidak lagi bisa dikendalikan di belakang meja atau di ruang rapat, melainkan di ruang-ruang digital, karena sudah masuk dalam periode digital governance. "Saya berharap perkembangan teknologi informasi mampu dijadikan instrumen bagi ASN untuk membangun pemerintahan yang efektif dan inovatif," tutur dia.
Karena itulah, e-Government dapat dijadikan sebagai strategi baru dalam menerapkan pengembangan kompetensi bagi ASN. Tito menyebut sistem ini juga merupakan model baru dalam menerapkan gaya kepemimpinan dan cara baru dalam pengambilan kebijakan dan pengambilan keputusan.
Selain itu, e-Government dapat menjadi sarana baru dalam menerima keluhan masyarakat, sarana baru dalam akuntabilitas publik, serta cara baru dalam mengelola pelayanan informasi pemerintah ke publik. "Dengan penerapan penuh e-Government saya berharap kepercayaan publik ke pemerintah akan meningkat," jelas Tito.