3 Teknologi Bisa Membaca Perilaku Manusia, Sampai Tahu Dialek Bahasa

Artificial intelligence atau kecerdasan buatan.
Sumber :
  • Science HowStuffWorks

VIVA – Perkembangan layanan percakapan berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dengan cepat mengubah interaksi layanan pelanggan (customer service) di berbagai industri termasuk perbankan, layanan keuangan nonbank, ritel, e-commerce, hingga layanan kesehatan.

Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI

Tingginya pemanfaatan AI dalam otomatisasi layanan pelanggan (customer service) menjadi peluang bisnis yang menggiurkan. Kecerdasan buatan adalah mesin yang dapat belajar dengan sendirinya (machine learning) yang mampu menganalisa perilaku komunikasi para pengguna atau nasabah. Tak salah jika Uniphore melirik bisnis tersebut.

Perusahaan asal India yang berdiri sejak 2008 ini mengaku, lewat layanan customer service berbasis AI, mereka ingin 'lebih dekat dan akrab' dengan pengguna atau nasabah.

LSPR Institute Gandeng NoLimit Luncurkan Pusat Studi Kecerdasan Buatan

Menurut Chief Operating Officer Uniphore, Ravi Saraogi, Indonesia merupakan pasar potensial dalam memperkenalkan ketiga teknologi barunya, yaitu auMina, akeira, dan amVoice.

"Kami melihat layanan pelanggan masih banyak yang mengandalkan email atau chatbot, sehingga informasi kebutuhan dari pelanggan sulit digali karena masih kurang terlibat secara emosional. Dibandingkan dengan kekuatan suara yang dapat lebih cepat menyelesaikan masalah pelanggan," ujarnya, melalui video conference di Jakarta, kemarin.

5 Artis Ini Khawatirkan Kecanggihan AI, Benarkah Akan Mengancam Manusia?

auMina. Yaitu, perangkat lunak atau software Speech Analytics dengan kemampuan mengidentifikasi masalah pelanggan dengan cara menganalisis saat konsumen berinteraksi dengan agen layanan. Uniphore menyediakan layanan analisis kata secara otomatis layaknya Google Asisstant dan Apple Siri.

Ilustrasi kecerdasan buatan.

Sedangkan akeira, software yang membantu berinteraksi dengan lebih alami dalam memberikan jawaban kepada konsumen. Agen digital ini adalah sebuah sistem yang dioperasikan bersamaan dengan kinerja call-center (manusia). Namun, agen digital ini akan menjadi call-center pertama yang akan menanggapi keluhan atau panggilan pertama dari pengguna.

"Anda tidak perlu menekan nomor tertentu sesuai arahan. Anda cukup bertanya dan akan mendapatkan jawaban berdasarkan AI atau jika memang sudah di luar kemampuannya akan disambungkan ke agen layanan," jelas Ravi.

Lain lagi dengan amVoice, yang merupakan software autentikasi pengguna via telepon lebih aman. Ravi mengaku mengggunakan biometrik suara dan mampu mengenali berbagai bahasa dan dialek di dunia. Sebab, keamanan pengguna ini dilihat sebuah hal yang harus dijaga, sehingga Uniphore memberikan beberapa cara pengaman.

"Bahkan, kami sudah menguji untuk mengenal berbagai bahasa dan dialek khusus untuk di Indonesia," tuturnya. Lantas, bagaimana dengan faktor keamanannya?

Ia sangat yakin dengan keamanan yang dimiliki teknologi amVoice. "Berbagai parameter kami gunakan untuk mengenali suara dan menjaga keamanannya. Setiap orang memiliki karakteristik tertentu pada suaranya. Sehingga akan sangat sulit meniru suara seseorang," tegas Ravi.

Lebih lanjut, Ravi juga menyatakan ketertarikan perusahaan untuk tak hanya merambah bisnis perbankan dan asuransi, tetapi bekerja sama dengan sejumlah industri telekomunikasi di Indonesia untuk meningkatkan layanan pelanggannya.

"Ketiga layanan baru kami sudah diuji coba di Indonesia dengan menghabiskan ratusan jam. Saat ini layanan kami sudah mampu mengenali dialek bahasa dengan baik. Jadi nanti bila ada klien yang menggunakan layanan Uniphore, mereka tidak perlu khawatir apakah pelanggan bisa berinteraksi dengan AI atau tidak," tutur Ravi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya