Pemerintah Diminta Jelaskan Praktik dari Nexus Tax
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA – Pemerintah diketahui sedang menyiapkan aturan untuk menarik pajak dari perusahaan asing yang tidak memiliki kantor perwakilan tetapi beroperasi di Tanah Air, termasuk layanan over the top (OTT) seperti Netflix, bernama Nexus Tax. Namun, pemerintah diminta menjelaskan bagaimana praktik menarik pajak dari perusahaan digital dari luar negeri.
Hal ini diungkapkan oleh Country Head Hooq Indonesia, Guntur Siboro. "Pada dasarnya aturan itu ide yang baik. Nah, tinggal bagaimana diatur saja praktiknya (menarik pajak). Tapi perlu diingat akan ada kesulitan karena berhubungan dengan dunia digital. Gimana ngetrack-nya," ungkapnya kepada VIVA dan sejumlah media, Senin, 27 Januari 2020.
Guntur juga mempertanyakan cara melaporkan berapa nilai pajak perusahaannya dan bagaimana pemerintah untuk mengecek. Ia mengatakan jika hal tersebut berkaitan dengan transaksi yang ada di internet. Namun, lanjut dia, yang terpenting adalah mekanisme pelaporannya akan seperti apa nantinya.
Selain itu juga harus ada kerja sama antarlembaga pemerintah terkait hal perpajakan digital tersebut. "Harus duduk bersama. Orang pajak membuat peraturan pajak harus nanya juga kan sama orang Kominfo gimana praktiknya nih," ujar dia.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, tiga negara telah menerapkan Nexus Tax. Sebab, selama ini layanan OTT asing selalu diterpa masalah pajak karena, salah satunya, tidak memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Tiga negara tersebut adalah Australia, Malaysia dan Singapura. Gara-gara ini pula maka urusan membayar pajak ke negara pun tidak jelas. “Nanti akan ada Permen (Peraturan Menteri) mengenai aturan pendaftaran bagi perusahaan asing yang ingin membuka layanan di Indonesia. Jadi tidak perlu BUT, tinggal daftar saja agar bisa dikenakan pajak,” ungkapnya.
Ia menuturkan, Nexus Tax nantinya akan memiliki dasar hukum yang diturunkan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
Selain itu, operator telekomunikasi Indosat Ooredoo baru saja menggandeng layanan streaming video Hooq. Vice President and Head of Digital Lifestyle Indosat Ooredoo, Rasyefki Sultani, menjelaskan tidak terlalu mempersulit saat bekerja sama dengan platform OTT tersebut.
Enggak kepotong pulsa
"Sebenarnya kalau mau kerja sama dengan Indosat itu tidak sesuatu yang sulit. Kita selama ini menjaga hubungan baik dengan semua OTT," ujar Rasyefki. Menyoal Netflix, ia menyebutkan sejumlah operator seluler sudah bekerja sama. Yaitu, dengan membuka akses untuk pengguna bisa menonton konten pada platform tersebut.
"Kami juga sudah membuka akses tersebut dan tidak menghalangi untuk pengguna bisa menonton konten yang ada di Netflix. Bisa nonton tapi pembayarannya belum potong pulsa," kata dia. Namun Rasyefki mengaku Netflix memang belum ada kerja sama erat secara strategis seperti yang dilakukan Hooq.
Sebelum dengan Hooq, Indosat sudah bekerja sama dengan YouTube pada 2018. Rasyefki mengatakan saat itu menghadirkan paket unlimited untuk aplikasi tersebut. Ia menuturkan jika paketan aplikasi ini kembali pada konten yang dihadirkan. Menurutnya, pengguna tetap ingin konten yang baik untuk bisa ditonton.
"Jadi mau secanggih apapun aplikasinya, mau sekencang apapun jaringan internetnya, kalau kontennya jelek ya jelek saja. Jadi balik lagi orang-orang memang nyarinya konten. Untungnya, kerja sama dengan Hooq mereka punya library bagus-bagus jadi kita kebantu," jelas dia.