Orangtua Jangan Lepas Tangan Awasi Anak-anak Nonton Netflix
- VIVA/Novina Putri Bestari
VIVA – Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, berharap orangtua berperan penting dalam mengawasi dan mengendalikan konten di layanan streaming video Netflix. Meskipun pada platform asal Amerika Serikat (AS) itu ada fitur Parental Control.
Ia mengatakan jangan sampai kewenangan pengawasan justru diberikan kepada negara, melainkan kewajiban orangtua. "Parental control (pengawasan orangtua). Hak Anda untuk mendidik anak. Masa saya (negara) yang memberikan (pendidikan)?" kata Semuel di Jakarta, Rabu, 22 Januari 2020.
Menurutnya, pengawasan orangtua adalah hak yang diberikan kepada orangtua di dalam platform Netflix untuk mengendalikan anak-anak. "Jadi jangan mau menyerahkan itu (pendidikan ke anak) ke negara. Itu kalau saya ya," ujarnya. Semuel juga menuturkan pengendalian konten di Netflix sudah efektif dengan adanya parental control.
Baca: Netflix enggak manut, tinggal blokir
Dalam situs bantuan Netflix dijelaskan sejumlah cara untuk menggunakan fitur Parenting Control. Platform yang didirikan oleh Reed Hastings ini menyajikan dua cara, yaitu kontrol sulit dan kontrol mudah.
Kontrol sulit yaitu cara mengatur empat digit Pin yang akan membuat anak-anak tidak bisa menonton film tertentu atau di atas usianya. Lalu, kontrol mudah dilakukan dengan mengatur profil yang digunakan.
Sebelumnya, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Agung Suprio, mengaku jika Netflix sudah memiliki fitur Parental Control. Tapi, menurutnya, ada hal lain yang membuat KPI agak tersendat bertindak tegas ke perusahaan yang didirikan oleh Reed Hastings itu.
"Dari kami belum membuat Standar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (SP3SPS) untuk layanan seperti Netflix. Karena memang belum ada mandat. Inisiatif dari Netflix ini patut diapresiasi," papar dia.
Agung juga menjelaskan KPI sebenarnya memberi perilaku yang berbeda untuk layanan TV berlangganan dan layanan stasiun TV biasa. Maka, jika Netflix sudah disahkan maka mereka akan memperlakukannya seperti TV berlangganan.
Sebab, layanan TV berbayar ini perlakuannya lebih lunak karena ada masyarakat yang rela membayar demi mendapatkan konten. Pada layanan berbayar, penonton masih bisa menemukan adegan kecupan bibir, tapi tetap meniadakan adegan ketelanjangan atau pornografi.
Indonesia diketahui memiliki payung hukum terhadap konten-konten yang melanggar norma kesusilaan, termasuk pornografi. Mulai dari UU ITE pasal 27 ayat 1 hingga UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Adapun undang-undang berlaku secara menyeluruh, tak terkecuali Netflix.