Berpotensi Merugikan Uang Negara, Satelit Satria Diminta Dievaluasi

Ilustrasi satelit mengorbit.
Sumber :
  • www.aviantipic.com

VIVA – Salah satu prioritas pembangunan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) adalah memberikan layanan telekomunikasi. Penyediaan layanan telekomunikasi daerah 3T terwujud melalui dana universal service obligation (USO).

Dana itu dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Bakti Kominfo). Dana USO, berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 17 Tahun 2016, dipungut dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi sebesar 1,25 persen.

Seperti diketahui, Bakti menyiapkan Program Satelit Republik Indonesia (Satria), yang memiliki harga fantastis, yakni Rp21,4 triliun. Angka sebesar itu dinilai tidak efisien karena belum termasuk ground segment dan backhaul.

Inilah yang menuai permasalahan. Pemerintah diminta agar mengevaluasi Program Satelit Satria. Apalagi satelit ini rencananya akan berada di orbit pada 2022.

Ilustrasi satelit.

Menurut pendiri Institute for Policy and Administrative Reform, Riant Nugroho, dalam menetapkan daerah USO dan memutuskan perlu tidaknya mendapat bantuan layanan telekomunikasi dari pemerintah, Bakti seharusnya mengajak peran serta para pakar. Namun, saat ini pendekatannya hanya bersifat politik.

"Bakti sebenarnya tidak mengetahui esensi USO sebenarnya. Saat ini penetapan daerah USO dilakukan tanpa kajian kebijakan publik. Penetapan daerah USO yang selama ini dilakukan hanya perkiraan saja. Saya menduga Bakti tidak memiliki perhitungan yang cukup jadi tidak dapat dipertanggung jawabkan ke publik," kata dia di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2020.

Riant menyebut idealnya daerah yang berhak mendapat bantuan pembangunan jaringan USO pemerintah adalah wilayah yang setelah dilakukan kajian cost and benefit oleh para pakar, dan daerah tersebut memang belum mendapatkan layanan telekomunikasi

Masyarakat Daerah Terpencil Jadi Korban Operator Telekomunikasi

Ia mengatakan operator telekomunikasi tidak masuk ke daerah tersebut karena melihat tidak ada nilai komersialnya. "Contoh nyata dari pembangunan daerah USO tanpa perhitungan matang adalah Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Program ini sia-sia dan jadi kasus di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (Bani)," ungkap Riant.

Menurutnya, Satelit Satria yang kini tengah menargetkan pemasangan 150 ribu ground segment, yang diprediksi tidak akan berhasil karena tidak memiliki perhitungan yang jelas. Riant justru menilai program tersebut paling banyak hanya sekitar 30 persen yang akan tepat sasaran.

Peluncuran Satelit Satria Ditunda, Pemerintah Siapkan 3 Alternatif

"Jika dirasa tidak terlalu perlu dan berpotensi memboroskan keuangan negara, Kemenkeu dapat menolak anggaran yang diajukan Bakti. Sehingga Kemenkeu dapat menghemat anggaran," jelasnya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menkominfo Kejar Target Pemerataan Sinyal Internet hingga Pelosok

Dengan demikian, Riant melihat program USO yang saat ini ditangani oleh Bakti hanya sekadar mengejar proyek saja, bukan memberi manfaat kepada masyarakat yang belum mendapat layanan telekomunikasi. "Jangan sampai program mubazir seperti MPLIK terulang kembali," tegas dia.

Selain itu, antan Komisioner BRTI ini menyoroti kinerja Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) yang menyandang status Badan Layanan Umum (BLU). Ia menilai Bakti tidak seharusnya berlaku seperti perseroan terbatas, melainkan hanya mengeluarkan regulasi.

Faktanya saat ini perilaku Bakti sudah seperti operator telekomunikasi. Hal ini dapat diihat dari berdirinya Palapa Ring dan Satelit Satria. "Ini yang keliru," tutur Riant.

Sebab, dahulu satelit memang dijadikan sebagai barang publik, namun kehadiran banyak operator telekomunikasi yang mengelola satelit saat ini maka membuat satelit bukan lagi sebagai barang publik tapi privat.

"Ketika barang itu menjadi privat, maka harus turut menghitung pengembalian modal dan keuntungan. Jika Bakti tidak dapat mengembalikan modal, maka berpotensi merugikan keuangan negara," ungkap Riant.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya