Startup Lain Bakar Duit, Fastpos: Kami Bakar Kambing
- VIVA/Novina Putri Bestari
VIVA – Istilah bakar duit memang lekat dengan startup-startup di Indonesia. Namun perusahaan penyedia jasa teknologi dan e-commerce, Fastpos menyatakan pihaknya tidak melakukan itu.
"Kita bakar kambing. Jadi kalau bakar uang itu habis uangnya terbakar tidak ada yang bisa kita nikmati. Kalau bakar kambing, habis dibakar ada kambing yang bisa dinikmati," kata Direktur Utama Fastpos, Ery Pertinda Saputra di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2020.
Dia menjelaskan istilah bakar kambing merupakan strategi perusahaannya untuk mengatur keuangan di perusahaan, yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan dana dengan sebuah hasil yang terukur.
Menurutnya, investor itu tidak lagi berharap pada big data yang ada di perusahaan startup tersebut. Namun sudah membicarakan soal traffic perusahaannya.
"Nah ketika yang lain masih kaget, kami sudah bersiap untuk itu. Sehingga pola kerja kami pola laporan keuangan kami dan pola bisnis kami sudah mengacu pada sebuah pengukuran hasil yang terukur dari setiap cost yang kami keluarkan," jelasnya.
Fastpos sendiri baru sekitar dua tahun berdiri, masih terbilang baru untuk kompetitor layanan di bidang logistik lainnya. Ery menjelaskan bahwa sebelum resmi berdiri ada proses untuk bertemu dengan pihak Pos Indonesia.
Dia menceritakan jika kesulitan untuk mendapat kesempatan bertemu dengan pihak yang tepat di Pos Indonesia. Menurutnya, Pos Indonesia adalah legenda logistik di Indonesia jadi pihak Fastpos pun harus mengerti dari segi visi misinya dan baru bisa memberikan kontribusi yang maksimal.
"Karena walau bagaimana pun Pos Indonesia kan adalah sebuah legenda logistik di Indonesia, jadi kita harus mengerti culture-nya dulu mengerti visi misinya dulu baru kita bisa memberikan kontribusi yang maksimal. Proses itu yang membutuhkan cukup waktu untuk meluruskan frekuensi kita dengan frekuensi senior-senior kita di Pos Indonesia," ungkapnya.