Penyandang Disabilitas Sering Dikesampingkan di Dunia Kerja
- VIVA.co.id/Misrohatun Hasanah
VIVA – Penyandang disabilitas sering kali susah mendapat kerja. Padahal saat duduk di bangku Sekolah Luar Biasa (SLB) mereka sudah mendapat pelatihan untuk menjadi seorang yang kompeten.
Permasalahan ini diatasi dengan sebuah teknologi yang dibungkus oleh Parakerja.co.id dalam bentuk situs web dan aplikasi seluler. Menurut CEO Parakerja, Rezki Achyana, penyandang disabilitas seharusnya diberi kesempatan yang sama dengan lainnya.
"Penyandang disabilitas enggak ada beda. Mereka punya potensi yang sama dengan kita. Hanya saja yang diperlukan adalah aksesibilitas," katanya di Jakarta, Kamis, 19 Desember 2019.
Rezki, yang pernah bekerja di SLB ini mengaku melihat banyak teman-teman disabilitas, terutama mereka yang tuli, sangat sulit mendapat kerja.
Ia mengaku masalahnya ada di support system atau lingkungan yang tidak mengerti bagaimana cara komunikasi.
Kemudian, Rezki membuat inisiatif untuk membuat kelas bahasa isyarat di Indonesia secara online. Sehingga, nantinya diharapkan yang mengerti bukan hanya para guru SLB saja tetapi juga orangtua, karyawan, pelaku UMKM, sampai ke pelayanan jasa.
"Target pasar kami langsung ke penyandang disabilitasnya, individunya, menggunakan video pembelajaran untuk menghubungkan mereka dengan dunia kerja. Kami juga ingin mengubah pembelajaran di sekolah menjadi digital," jelas Rezki.
Terakhir, lanjut dia, adalah orangtua yang memiliki anak disabilitas. Pada platform parakerja akan disediakan konsultasi agar mereka lebih teredukasi soal apa yang harus dilakukan. Saat ini aplikasi tersebut baru ada dalam format beta dan akan sempurna pada awal Januari 2020.
Sedangkan untuk alamat website yaitu m.parakerja.co.id. Rezki menambahkan, konten yang sudah ada saat ini adalah konten bahasa isyarat yang langsung diajarkan oleh mereka yang tuli. Mulai dari dasar, latihan bahasa isyarat, hingga bagaimana menjawab pertanyaan sampai pada tema pendidikan di sekolah.
"Kalau untuk tunanetra masih kita kembangkan produknya. Tapi yang kita rencanakan adalah bagaimana membuat konten untuk tunanetra berbasis audio. Kalau penyandang lain kan berbasis video," tutur Rezki.